/ puisi

LIMPAPEH, Tabaheriyanto Matur Purba

LIMPAPEH
Tabaheriyanto Matur Purba

1/
Mamakmu berkata:
“Kamu bukan orang berbangsa
tak pantas mempersunting limpapeh rumah gadang.
Pulanglah ke kandang kuda.”

Aku kusir yang terusir
hilang pacu dalam gelanggang.

Engkau lari naik jenjang pertama
dalam rumah gadang.
Aku melangkah turun tangga terakhir
keluar rumah gadang.

Dari tingkap paling tinggi
kau layangkan sapu tangan merah hati.
Angin membawanya terpuruk
ke bawah batang kecubung ungu.

Cinta kita mabuk di tengah halaman.
(sang mamak berdiri betelekan tongkat pusaka)

2/

Malam dingin berembun
kuantar kau pulang dari perjalanan paling singkat

Tanganmu dalam jemari tanganku
bagai tak pernah lepas lagi genggaman bergetah

Tapi licin seperti belut
kau harap-harap cemas akan terluput dari rangkulanku

Pintu terbuka ibumu menunggu dan berkata,
Tinggalkanlah kami ini orang tidak

Aku terkesiap sekejap
ke tengah ubun-ubun darahku tersirap

Pintu tertutup gelap
Pandai benar kau renggut ia dari dampingku
3/

Berdiri di antara rumpun bambu
Apa yang mesti kita pikirkan ketika
Daun dan bunga yang kita larung di tengah aliran sungai
Tak pernah tahu di mana tempat ia berlabuh
Baik kita bikin rakit bambu
Boleh kita kendalikan ia di permukaan air tenang
Atau air deras atau bergelombang pasang

Bila sampai di muara antara sungai dan laut
Gelombang dan ombak serta gemuruh angin
Satu bahtera yang mumpuni
Patut kita nakhodai

Di geladak impian kita perintang waktu
Irama dangdut kau tak suka
Musik orkestra kau tak paham
Lagu pop kau mudah bosan

Bagaimana kita dengar WS Rendra baca puisi
Kaset C90 berulangkali diputar
Kutanya, puisi mana yang kau suka
Engkaulah puisiku yang terindah, jawabmu
Lalu kami tertawa

Berdiri di antara rumpun sapa
Kakak sulungku berkata
Telah lama kalian berkawan
Tiba masa kalian berkawin
Sekufu kalian sekufu
Bachelor of Art capaian hari itu
Masa depan musti kau tuju

Runding tetua
Rasam putus
Mantan hilang
Manten terbilang

Bengkulu Bumi Merah Putih, 17 April 2024

Tabaheriyanto Matur Purba berdomisili di Bengkulu Bumi Merah Putih.
Puisi dan haiku/tanka terhimpun dalam beberapa antologi puisi.