/ Menjadi Penyair

Penyair Jalanan S Ratman Suras

No. 011

Penyair Jalanan
S Ratman Suras

Saya menjadi penyair, karena saya tak bisa jadi pegawai negeri. Sekolah rendah. Berawal jualan koran di tengah hiruk-pikuk Jakarta. Pada awal 90-an. Jika istirahat saya lahap semua isi koran. Ada gemuruh di dada, ketika saya jumpa rubrik budaya. Koran, tabloid, majalah, apa saja, yang saya jual. Saya sempatkan membacanya. Apalagi bila ada ruangan puisinya. Saya bisa lupa diri, bahwa saya cuma pengasong dekil dan kecil.
Tak peduli. Saya harus naik-turun bus kota. Menyelusup gang-gang sempit, ibu kota. Debu panas jalanan, saya rasakan. Hujan banjir saya berpikir. Hari Minggu saya rasakan sebagai hari kenangan yang paling indah. Rubrik puisi, biasanya muncul di hampir semua media cetak. Usai baca puisi penyair-penyair kondang saya merasa, melenggang di awang-awang. Saya berjanji dalam hati. Suatu hari nanti saya akan mencoba menulis puisi. Tekad itu saya beranikan diri, mengirim ke siaran radio swasta yang ada di Jakarta.
"Kamu ada bakat. Teruslah menulis. Kirimkan ke koran-koran. Puisimu bagus!" Itulah dorongan salah satu, penyiar. Namanya Kak Heidar. Dari sinilah saya mulai memberanikan diri menulis puisi. Saya pendam. Untuk menguatkan kepenyairan saya yang masih amatiran, saya sok berlagak penyair besar. Saya biasa menyelinap di TIM. Saya berkenalan dengan para seniman besar. Saya kenal beliau-beliau pasti tak kenal. Berjarak. Saya tak berani nyapa. Cuma nampak wajahnya saja. Tapi puisi-puisinya sudah saya baca.
Keinginan jadi penyair lebih mantap lagi, usai menyantap, Mengarang Itu Gampangnya Mas Arswendo Atmowiloto, disitu ditegaskan modalnya, cuma bisa membaca dan menulis.
Wow! Keren. Kini saya sudah merasa jadi penyair. Penyair Jalanan. Tak ada kegiatan yang lain. Sudah merasakan, walau masih tetap belajar. Kepenyairan saya bisa tercapai di kota Medan. Setelah jungkir-balik di jalanan yang keras, kering dan lantam. Dengan puisi, saya bisa jadi apa saja. Saya bisa banyak sahabat, dari seluruh pelosok negeri, karena nulis puisi. Saya bisa bertahan dalam menghadapi segala hempasan kehidupan. Keluarga. Cinta. Cipta. Karsa. Karya. Puisi telah banyak membantu saya mengenal lebih jauh hidup, dan kehidupan. Manis. Pahit tetap saya telan. Salam puisi tak pernah mati
logo-lumbung-puisi-22