/ Menjadi Penyair

TERAPI KESIHATAN DENGAN MENULIS, Rissa Churria

No. 067
Rissa Churria

TERAPI KESIHATAN DENGAN MENULIS

Sejak kecil saya terhitung punya kebiasaan unik kata ayah saya yaitu kebiasaan berbicara sendiri. Ketika duduk di bangku SMP ayah saya mulai memberikan buku harian kepada saya agar kebiasaan berbicara sendiri itu diubah menjadi bercakap-cakap dalam buku harian. Dari situlah saya suka menulis terutama menulis puisi.
SMA kelas 3 saya mengidap penyakit Cerebrospinal stadium 4 yaitu penyakit kekurangan cairan di otak. Bahkan saya divonis mati oleh dokter yang menangani saya. Sejak saat itu ayah mulai membiasakan saya untuk menulis surat kepada Tuhan. Tidak hanya ditulis dalam buku harian saya bahkan ketika saya sedang berdua dengan ayah saya di tepi pantai, ayah selalu menyuruh saya untuk menulis surat kepada Tuhan.
Saya selalu mengingat kalimat ayah saya itu,"Tulislah surat di atas pasir dan biarkan ombak membawa suratmu kepada Khidir dan beliau akan membawa suratmu hingga ke pintu rumah Tuhan".
Saya sangat percaya dengan kalimat ayah saya itu. Saya percaya Sang Khidir akan membawa surat-surat saya sampai kepada Tuhan. Anda tahu, surat-surat saya itu berupa petikan-petikan puisi pendek.
Saya menulis buku harian itu terbawa hingga berumah tangga. Bagi saya menulis itu adalah terapi juga buat sakit saya. Saya bisa melepaskan segala bentuk rasa dalam bentuk tulisan terutama puisi. Puncak tulisan dalam buku harian saya tahun 2014. Saat itu saya berziarah ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
Fokus saya saat itu kepada ibu saya sampai saya lupa membawa buku harian atau catatan apapun. Tapi sampai di Asrama Haji Bekasi, saya disodori sebuah agenda kecil dengan pulpennya oleh Abi. "Mungkin buku ini akan manfaat". tuturnya saat itu. Al hasil buku itu memang sangat manfaat. Tiap mau tidur meski sebait saya menuliskan puisi hingga penuh selama 40 hari perjalanan spiritual saya di Tanah haram. Hanya catatan itu yang menjadi penanda perjalanan karena saya sampai melupakan bahwa saya punya HP yang bisa untuk mengabadikan gambar atau tulisan saya. Tapi saya hanya meletakkannya di bawah bantal.
Tahun 2015 saya mulai membuka kembali agenda harian saat berziarah ke Tanah Haram, lalu menulisnya kembali serta menyimpannya di file word laptop saya. Alhamdulillah 2016 lahir anak kandung karya dari perjalanan saya menjadi antologi puisi berjudul Harum Haramain.
Saya merasakan manfaat menulis bagi kesihatan saya. Alhasil sampai hari ini saya terus menulis karena menulis adalah bagian dari terapi bagi kesihatan terutama kesihatan otak. Sebab dalam pikiran dan otak yang sehat terdapat jiwa raga yang sehat pula. Tentu semua atas izin dan kehendak Allah semata, namun kita tetap berupaya sesuai dengan PerintahNya dan tuntunan RasulNya.
Tahun 2019 saya bertemu dengan guru mursyid saya abah Gambuh R Basedo . Dalam bimbingannya pula menulis tidak hanya menjadi terapi bagi kesihatan tetapi juga menjadi salah satu pengisi rohani, niat ibadah, dan jalan kepada suluk kepada Tuhan.
Semoga tulisan saya ini dapat menginspirasi. Salam karya, salam sehat, sejahtera, Mulya di langit, Jaya di bumi.
logo-lumbung-puisi-38