Selamat Jalan Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Wiji Muthari)
Abdul Hadi W.M. atau nama lengkapnya Abdul Hadi Wiji Muthari (24 Juni 1946 – 19 Januari 2024) adalah sastrawan, budayawan dan ahli filsafat berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya yang bernapaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme. Menghembuskan nafasnya terakhir pada 19 Januari 2024 di RSAD Jakarta. Beliau meningalan banyak karya antara lain:
Sekitar tahun 1970-an, para pengamat menilainya sebagai pencipta puisi sufis. Ia memang menulis tentang kesepian, kematian, dan waktu. Seiring dengan waktu, karya-karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam. Orang sering membandingkannya dengan sahabat karibnya Taufik Ismail, yang juga berpuisi religius. Namun ia membantah. “Dengan tulisan, saya mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman religius yang saya rasakan. Sedang Taufik menekankan sisi moralistisnya.”
Saat itu sejak 1970-an kecenderungan estetika timur menguat dalam sastra Indonesia kontemporer, puitika sufistik yang dikembangkan Abdul Hadi menjadi mainstream cukup dominan dan cukup banyak pengaruh dan pengikutnya. Tampak ia ikut menafasi kebudayaan dengan puitika sufistik dan prinsip-prinsip seni Islami, ikut mendorong masyarakat ke arah pencerahan sosial dan spiritual yang dianggap sebagai penyeimbang pengaruh budaya Barat hedonis dan sekuler.
Sampai saat ini Abdul Hadi telah menulis beberapa buku penelitian filsafat di antaranya Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999), Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus, 1999), Tasawuf Yang Tertindas, serta beberapa buku kumpulan puisi antara lain At Last We Meet Again, Arjuna in Meditation (bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman), Laut Belum Pasang, Meditasi, Cermin, Tergantung pada Angin, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak Laut Anak Angin, Madura: Luang Prabhang dan Pembawa Matahari, sejumlah karya terjemahan sastra sufi dan sastra dunia, terutama karya Iqbal, Rumi, Hafiz, Goethe, penyair sufi Persia dan penyair modern Jepang. Selain itu, ia juga menulis beberapa buku dongeng anak-anak untuk Balai Pustaka.
Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, Jerman, Cina, Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea dan Spanyol
Pada 25 November tahun 1978, ia menikah dengan wartawati dan pelukis Tedjawati atau akrab dikenal sebagai Atiek Koentjoro. Atiek adalah saudara sepupu budayawan Umar Kayam. Mereka dikaruniai tiga orang putri yaitu Gayatri Wedotami (atau juga dikenal sebagai Chen Chen, seorang cerpenis dan aktivis di bidang perdamaian antar-iman), Dian Kuswandini (seorang jurnalis yang sekarang bermukim di Paris), dan Ayusha Ayutthaya (seorang guru bahasa Mandarin). Saat ini Abdul Hadi WM memperoleh tiga orang cucu, dua orang anak perempuan dari Gayatri dan seorang dari Ayusha. Sewaktu masih tinggal di Jakarta, Abdul Hadi WM hidup bertetangga dengan saudara sepupu ibunya, Soetarni, istri dari tokoh PKI Nyoto. Dari sini keluarga Sutarni maupun keluarga Abdul Hadi WM menjadi dekat. Abdul Hadi WM menyukai karya Bach, Beethoven, dan The Beatles. Selain membaca buku, ia juga gemar berkebun.
Subscribe to Literanesia
Get the latest posts delivered right to your inbox