/ esai

Corona (covid 19), Penyair dan Kegetiran

Corona (covid 19), Penyair dan Kegetiran

Corona bagi penyair adalah sesuatu yang baru tetapi sudah lama ditulis penyair dalam kontek pencegahan terhadap bahaya masuknya penyakit dari luar negeri di nusantara ini. Seperti sebelumnya , misalnya tentang Aids (HIV) atau Flu burung ( Avian influenza (AI)).

Penyair dengan jiwanya yang memiliki kepedulian segala macam lewat puisi adalah perbuatan terpuji. Mereka menjaga, mencegah, bahkan juga pelipur lara dan menghibur.

Doeloe ketika Indonesia dalam bahaya diserang Belanda (penjajah) Ismail Marzuki tak hanya mencipta lagu perjuangan tetapi juga cinta di masa perjuangan. Dinda Bestari, misalnya dikarang oleh Suprono untuk mengabadikan cinta dimasa negara dalam keadaan bahaya. Nah bagaimana dengan saat ini dimana negara dalam keadaan bahaya virus corona yang juga disebut covid19 kenapa Anda tidak menulis cinta di masa bahaya corona?

Presiden telah berbuat tepat terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keadaan bahaya bukan terhadap serangan musuh saja tetapi juga keselamatan rakyatnya. Termasuk keselamatan bangsa ini. Virus mematikan ini bersifat masal maka tepat jika Presiden memberlakukan 'diam di rumah agar virus tidak menyebar meluas terhadap bangsa ini.

Aneka rupa orang memandang corona. Ada yang menyepelekan, ada yang sebaliknya ketakutan, ada yang waspada, ada yang biasa-biasa saja. Keimanan tentu kematian di tangan Yang Maha Kuasa, namun bukankah kebersihan juga sebagian dari iman?

Jika penyair memiliki kepedulian terhadap segala macam bidang, bahkan sejak dulu mengapa tidak sebaliknya masyarakat juga negara memiliki kepedulian terhadap penyair? Tetapi kita (penyair) tak harus meminta pamrih apalagi upah atas karya kita. Atau pura-pura membantu program pemerintah. Jika itu ada kecil sekali porsi itu dibanding kepedulian penyair pada umumnya

Ternyata corona menyimpan banyak ide kreativ yaitu salah satunya pembuatan karya puisi. Waktu yang relatif banyak di rumah leluasa untuk berkarya sastra. Namun demikian meski di rumah mereka ternyata tidak kehilangan ide judul puisi. Aneka ragam daya cipta sang penyair menjadikan antologi ini tampak menggambarkan keseluruhan tragedi Indonesia di tahun 2020.

Peristiwa demi peristiwa direkam oleh penyair dari seluruh Indonesia. Rekaman peristiwa dengan seni sastra itu memuat tentang pemahaman, pandangan orang-perorang, obat mujarab, dokter dadakan, sampai tentang orang dalam pengawasan, pasien dalam perawatan hingga ajal .

Tetapi penyair juga adalah manusia yg tidak kebal terhadap virus corona, mereka patut diperhatikan juga agar tetap terus berkarya

Banyak diantara penyair sebagai pejuang yg turut menguatkan mental bangsa ini, membutuhkan sekali kepedulian pemerintah.Tetapi penyair bukan pengemis, jika yang lain diberi sembako kami sudah kenyang. Jika yg lain diberi uang, kami tak membutuhkan uang.
Corona juga menjadi kejenuhan bagi anak2 pelajar di rumah terus. Selain menjadi malas juga termaduk guru-guru mereka. Sekolah yang diliburkan untuk menjaga keselamatan generasi muda ini menjadikan kesan tersendiri. Terlalu lama di rumah juga membosankan.

Berbagai Kisah Sedih di Masa Corona
Di sudut lain corona juga membuat keprihatinan dan kesusahan bagi masyarakat kecil. Ekonomi keluarga yang pas-pasan itu semakin terpuruk karena aktivitas pendapatan rutin keseharian mereka terganggu. Bagaimana tidak ketika orang banyak tinggal di rumah, dagangan menjadi sepi. Pekerja bangunan dihentikan . Sopir angkutan umum tak kuat lagi membeli bensin karena tak seimbang pendapatan. Petani yang kelihatan ayem, kini tampak risau karena tidak ada waktu gotong royong.

Di sebuah sudut desa, sebuah rumah kecil berisi 8 jiwa keluarga dengan empat anak dan dua kakek nenek. Ibu dan Bapak yang keseharian bekerja berjualan makanan jajanan di pasar sejak corona tak lagi berjualan.
Dicobanya juga membuat separuh yang seperti biasa ternyata kurang laku juga sebab bakul yang membeli dan berjualan di sekolah-sekolah tidak berjualan lagi.
Pendapatan yang praktis tidak ada ini mengakibatkan pinjam kesana kemari baik bahan makanan maupun uang. Akhirnya sampai juga pada ujung dimana tidak ada lagi saudara yang memberi pinjaman terpaksa apa yang ada dijual untuk bertahan.

Di lain tempat, seorang pemuda yang bekerja di tempat cucian sepeda motor hanya pulang sore hari membawa Rp.25.000,- padahal biasanya setiap hari bisa membawa seratus ribu. Pemuda itu adalah tulang punggung keluarga. Dibelikannya sekilo beras. dan beberapa rupiah pada ibunya. Adik-adiknya yang biasa mengharap kakaknya itu membawa sekedar makanan kini hanya tangan hampa.
Majikannya di kota tak dapat memberi bantuan karena memang upah itu dibagi bersama pencuci sepeda motor lain setiap hari. Di rumah lain , ibu penjual nasi kuning yang biasa mangkal di perempatan dengan langganan pembeli pegawai dan anak sekolah kini tak kelihatan berjualan di sana. Dicobanya untuk berjualan secara online tetapi tetap saja sepi karena memang belum menguasai pemasaran online. Terpaksa ia ngider di beberapa tetangga memang ada yang membeli tetapi tak memenuhi harapan. Banyak keluarga yang membuat sarapan pagi untuk kebutuhan keluarganya sendiri karena memang banyak tenaga di rumah.Ibu penjual nasi kuning itu kini hidup dari menjual barang-barang miliknya satu per satu. Dalam hati ibu itu yang penting jangan sampai menjual temapat tinggalnya ,

Kisah lainnya dialami bapak penjual bubur kacang yg menggunakan gerobak dorong dan buka di malam hari di alun alun. Kini tak dijumpainya lagi bubur kacang yg membuat segar tukang ojek online berkumpul.
Pernah sekali waktu mencoba berangkat berjualan. Tetapi ia pulang tak seperti biasanya. keadaan sangat sepi, memang ada yg membeli tetapi tidak nongkrong di bangku di depan gerobak , satu dua orang yang membeli dibungkus plastik. akhirnya pedagang itu pulang dengan bubur kacang yang masih separo panci.
Tukang ojek langganannya juga hanya mendekat dan pergi lagi. mereka menyadari untuk tidak kumpul kumpul dengan sesama teman di satu tempat. Kini pak tua itu hanya memandangi gerobaknya yang bannya mulai kempes. Terpaksa keluarga itu berbuat untuk berhemat sambil menunggu perubahan terjadi. dan kembali dapat berjualan lagi.

Kisah lainnya dialami keluarga pelayan rumah makan. Sejak corona sang ibu yang menjadi juru masak sekaligus pelayan di sebuah rumah makan terpaksa diliburkan oleh majikannya. Biasanya setiap hari ibu itu membawa nasi bungkus dan sayur dan gorengan lauk yang tidak laku dan tidak bertahan jika sampai sehari. Di rumah suudah terbiasa nasi dan lauk sisa itu menjadi harapan keluarga yakni tiga anak. Sedang suaminya sudah tidak ada. Terpaksa ibu itu mencari pekerjaan masak di tempat lain yakni tetangga yang mampu, namun saat corona ini tak satu pun tetangga yang mau menerimanya. Kemudian ibu itu meminta pinjaman ke majikannya. Majikannya memberi bantuan hanya sebulan gaji itu pun sebagai pengikat kelak jika corona sudah tidak ada ibu itu harus bekerja kembali. Setelah sebulan uang dipakai habis kini tak ada uang lagi .Jadilah ibu itu mulai menjual barang barang miliknya Akhirnya mulai ia melirik beberapa entog dan ayam yang hanya beberapa ekor untuk dijual satu per satu. Padahal entog dan ayam itu sewaktu waktu membantu keluarga dengan telurnya yang bisa dijual atau ditukar beras. Akankah keluarga ibu itu dapat bertahan? Semoga diberikan jalan dan limpahan rejeki.

Pentingnya imunisasi
Kini masyarakat semakin sadar dengan merebaknya bahaya virus corona. Virus mematikan ini hingga saat ini belum ada obat yang resmi dipertanggungjawabkan pemerintah sebagai ibat mujarab. Imunisasi yang diberikan pada anak anak bahkan kerap gratis diberikan oleh negara melalui gerakan Posyandu telah dimiliki masyarakat sebagai kesadaran menjaga kesehatan. Imunisasi yang beraneka pencegahan dan kekebalan penyakit pada balita dan ibu hamil itu perlu ditingkatkan pelayanannya pada orang dewasa dan juga manula, imun pada penyakit penyakit yang menyerang orang dewasa.
Imunisasi pada balita telah dirasakan oleh rakyat Indonesia manfaatnya. Pembuktian itu ada peningkatan kesehatan anak anak Indonesia oleh penilaian unicef, bahwa Indonesia kini bukan lagi negara dengan gizi rendah pada anak-anak.

Harapannya semoga peneliti dan ahli ahli kedokteran kita dapat menemukan imun terhadap virus corona. Sehingga ketika balita anak-anak Indonesia diberi kekebalan serangan virus jahat ini.
(Rg Bagus Warsono)