/ LOMBA PENYAIR CIPTA PUISI 2025

(101) NARASI TERKOYAK Manaek Maruhum Siburian

NARASI TERKOYAK
Manaek Maruhum Siburian

Di ruang siaran yang dulu riuh,
mikrofon kini berdebu diam.
Gelombang suara yang mengudara,
tiba-tiba terputus tanpa salam.
Di balik layar yang dulu terang,
gambar menghilang, sinyal meredup.
TVRI dan RRI tenang,
ditinggal mereka yang setia hidup.
Dulu mereka membaca berita,
menyampaikan suara rakyat jelata.
Kini nama mereka tertulis dingin,
di surat PHK tanpa kata.
Semua bermula dari sepiring nasi,
makan bergizi tanpa beban.
Tak perlu bayar, tak perlu cemas,
jalinlah kebersamaan dalam pangan.
Namun entah dari mana datangnya,
angin buruk bertiup kencang.
Katanya gratis adalah beban,
menggerus untung, meruntuh ruang.
Rapat-rapat di meja tinggi,
tak ada suara dari bawah.
Keputusan turun seperti petir,
memutus ratusan langkah pasrah.
Mereka yang dulu mengabdi setia,
menginformasikan negeri dengan jujur.
Kini berdiri di depan gerbang,
menggenggam kertas yang getir.
Di studio yang mereka bangun,
tinggal gema langkah terakhir.
Tak ada perpisahan yang bermakna,
hanya keheningan yang menyindir.
Di luar gedung, langit kelabu,
angin membawa bisik keresahan.
Mereka bertanya dalam hati,
"Apakah ini harga keadilan?"
Makan bergizi tanpa bayar,
mereka menganggapnya salah.
Namun siapa yang bisa menjawab,
mengapa kemanusiaan membuang sampah dengan mudah?
Narasi ini terkoyak kasar,
dengan keputusan tanpa rasa.
RRI dan TVRI masih berdiri,
tapi jiwa telah binasa.

Manaek Maruhum Siburian
L*ahir di Tanjung Morawa, Deliserdang sumatera utara.belajar menulis artikel selama 3 tahun yang sudah dibukukan bersama teman-teman penulis artikel dan belajar puisi sederhana satu tahun, seorang guru di Merauke Provinsi Papua Selatan kurang lebih 20 tahun.sudah berkeluarga memiliki 2 anak laki-laki.sekian terima kasih salam kenal
*