Slamet Suryadi, dari Pandemi Jadi Puisi oleh Wawan Hamzah Arfan
Slamet Suryadi, dari Pandemi Jadi Puisi
: Wawan Hamzah Arfan
Pada umumnya puisi hadir karena kegelisahan penyair. Artinya, kegelisahan yang dialami penyair dalam hidupnya, seperti tekanan batin, ekonomi, sosial atau situasi yang ada di kehidupan masyarakat sekitarnya. Dari kegelisahan itu, seseorang menuangkan ungkapannya lewat puisi pada dasarnya tidak berpikiran untuk menjadi penyair. Kalau pun ada seseorang yang menjadi penyair sebagai cita-citanya, itu sangat sedikit. Biasanya, tidak bertahan lama menjadi penyair.
Atas dasar itu, dalam kesempatan ini saya ingin menyoroti seorang penyair yang dalam tempo kurang lebih 3 tahun mampu menulis puisi begitu banyak. Bahkan setiap event antologi puisi bersama dari berbagai daerah Ia selalu hadir. Ia adalah seorang guru SMPN di Indramayu bernama Slamet Suryadi, yang kini telah memasuki masa Purnabakti sebagai Pegawai Negeri Sipil. Saya sendiri mengenal Slamet Suryadi di Markas Lumbung Puisi, yang dikomandani RgBagus Warsono.
Setelah beberapa kali bertemu dengan Slamet Suryadi, saya sempat bincang-bincang tentang awal mulanya Ia menulis puisi. Karena saya merasa tidak mengenal Slamet Suryadi menulis puisi di media cetak, koran atau majalah, padahal dilihat dari usia sebaya dengan saya. Dan saya mengenal nama Slamet Suryadi melalui beberapa antologi puisi bersama yang saya ikuti juga. Slamet Suryadi mengatakan bahwa awal mula menulis puisi sebenarnya sudah sejak lama, hanya tidak dipublikasikan. Namun, ketika covid-19 menghantui seluruh umat manusia di seluruh dunia, Slamet Suryadi kembali giat menulis puisi dengan mengikuti berbagai event antologi puisi di berbagai daerah.
Mendengar pengakuan Slamet Suryadi itu membuat saya kagum campur tercengang. Kagumnya, sementara orang lain gelisah dan bingung menghadapi pandemi harus bagaimana. Slamet Suryadi justru gencar menulis puisi, artinya tiada hari tanpa menulis puisi. Adapun yang membuat saya tercengang, selama kurang lebih 3 tahun hingga Maret 2023, puisi-puisinya masuk dalam antologi puisi bersama sekitar 100 antologi lebih. Bisa kita bayangkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli antologi tersebut. Andaikan Ia bukan PNS mungkin tidak sebanyak itu.
Apa yang dilakukan Slamet Suryadi dengan menulis puisi pada saat pandemi, merupakan salah satu cara mengusir kegelisahan. Saya yakin, Slamet Suryadi menulis puisi di antologi tidak untuk menjadi penyair, tetapi sebuah kesenangan atau hobi. Bukankah yang namanya hobi itu sangat mahal, dengan menghabiskan waktu, tenaga, juga biaya.
Kalau boleh saya katakan di sini, Slamet Suryadi adalah penyair paling produktif di abad milenia ini, karena dalam 3 tahun Ia mampu menulis puisi yang dipublikasikan di antologi bersama hingga ratusan lebih. Apa yang dilakukan Slamet Suryadi perlu diapresiasi sebagai rekor menulis puisi di antologi bersama. Saya mengusulkan kepada sahabat RgBagus Warsono agar Slamet Suryadi diberi penghargaan rekor menulis puisi di antologi versi Lumbung Puisi, sebelum penghargaan itu disematkan oleh Rekor Muri.
Selamat buat Slamet Suryadi untuk tetap berkarya di masa memasuki pensiun alias purnabakti, dan tulisan saya ini anggap saja sebagai kado purnabakti. Semoga berkenan, dan salam kreatif.
Cirebon, Awal Ramadhan 1444 H!
Subscribe to Literanesia
Get the latest posts delivered right to your inbox