/ puisi

Puisi-puisi Deru Campur Debu, Chairil Anwar

Kepada Penyair Bohang

Suaramu bertanda derita laut tenang .....
Si Mati ini padaku masih berbicara
Karena dia cinta, di mulutnya membusah
dan rindu yang mau memerahi segala
Si Mati ini matanya terus bertanya !

Kelana tidak bersejarah
Berjalan kau terus !
Sehingga tidak gelisah
Begitu berlumuran darah.
Dan duka juga menengadah
Melihat gayamu melangkah
Mendayu suara patah:
"Aku saksi!"

Bohang,
Jauh di dasar jiwamu
bertampuk suatu dunia
menguyup rintik satu-satu
Kaca dari dirimu pula ........

Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.

Lalu kita sama termanggu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita kedua tak mengerti

Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Februari 1943

Sia Sia

Penghabisan kali itu kau datang
membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci.
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.

Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.

Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Kepada Pelukis Affandi

Kalau, 'ku habis-habis kata, tidak lagi
berani memasuki rumah sendiri,.terdiri
di ambang penuh kupak,

adalah karena kesementaraan segala
yang mencap tiap benda, lagi pula terasa
mati kan datang merusak.

Dan tangan kan kaku, menulis berhenti,
kecemasan derita, kecemasan mimpi ;
berilah aku tempat di menara tinggi,
di mana kau sendiri meninggi

atas keramaian dunia dan cedera,
lagak lahir dan kelancungan cipta,
kau memaling dan memuja
dan gelap-tertutup jadi terbuka !

Deru-Campur-Debu