/ puisi

Jejak Cinta, Jei Sobarry Buitenzorg

Jei Sobarry Buitenzorg

Jejak Cinta

Kertas lusuh
jejak bekas remasan
berisi puisi cinta
pertama kali
buatmu
33 tahun lalu masih ada
Manis Hitamku
Matamu
melotot
kebetot
hatiku.
Kamu menghardik
rindu ini seperti tercekik
hik
hik
hik
kenapa pake ada tanya
kenap loe
ngeliatin gue kayak gitu?
lo crazy ya !
Duh mustinya
lo paham cinta
gue tuh sayang banget
sama loe!!!
Hihihi
mbeling banget
puisinya
ya Manis Hitamku
Cinta padamu
bikin majenunku jatuh
sayang,
ilang ingetan
nggak tau lagi di mana
serasa ada di hati kamu saja
ke kamu
pengennya terus melirik
walaupun disambut
mata mendelik
bodo ah
cinta bikin aku kebal rasa.
asam di gunung
garam di laut
bertemu juga
dalam kelas yang sama
kamu begitu
aku begini
kapan senada?
terus nyanyi
kapan berdua?
terus jalan kapan bersama?
oh semenjak itu
ngantukku jadi tak tidur
laparku jadi tak makan
wajah masam
bagai penenung
aku tak takut
walau hati ini kalut
karena mungkin
sudah mabok cinta
pandang dirimu
tak kapok-kapok
walau kupingku
selalu kena tonjok
suara geram kamu
pikiranku bonyok
palu rindu menggetok-getok
Ingin cinta bisa berduaan selalu
Nyusun huruf semalam suntuk
mata menyayu terkantuk-kantuk
sajak cinta terbentuk
Manis hitamku
jangan bawa kabar kutuk
puisiku tidak sedang radang tenggorok
Juga bukan nasi basi
Ini kanak-kanaknya hati
Yang minta menetek pada ibunya
Laut jutekmu
tenggelamkan perahu tulusku
baiklah manis hitamku
Akan kusimpan serpihan hatiku
Dalam celengan bambu
Kuminta Sang Surya
Meninggalkan ku sendiri
Bulan menutup tirai hitamnya
Mataku menguntit
Jejak kakimu yang pelit
Diculik akhirnya aku
Oleh kabut
Seekor kunang-kunang
Mencoba selamatkan aku yang kalut
Hujan merinai masih campur turut
Nasehatiku agar tidak syak wasangka
Perpisahan ini bukanlah malapetaka
Melainkan membuka rahasia silahturahmi yang waskita
Kartu valentine masih kau terima
Kata cinta masih kau baca
Deritaku memberimu penawar
Kesederhanaanku memaklumi kemewahanmu
Kau pedang yang menikam Musashiku
aku mata air dalam telagamu
Kau api yang membakar Ibrahimku
Aku jarum pendek
Kau jarum panjang
Mengitari angka angka arloji kebersamaan
kita
Hingga kematian batreinya
Tapi tak membungkam
Bibir cinta yang kerap meracau
Jakarta, 15 Februari 2024