Dongeng Matinya Presiden Kunyuk
Matinya Presiden Kunyuk
Oleh : Rg Bagus Warsono
Di Negeri Belantara yang dipimpin Presiden Kunyuk dilanda heboh. Pada zaman dulu belum ada internet, jika ada saat itu pasti menjadi viral. Pasalnya Presiden Negeri Belantara tengah membangun makam untuk kematian dirinya.
Tentu saja berita ini membuat heboh rakyat sato-khewan Belantara. Sebab hal yang baru dijumpainya berita presiden masih hidup membuat liang kubur bagi dirinya.
Heboh ini tidak hanya di pemukiman padat penduduk saja tetapi juga didengar oleh hampir semua warga Belantara. Bahkan di pulau Gosong yang jarang ditempati rakyat sato-khewan juga turut mendengar berita ini.
Buaya dan Biawak juga mendengar, "Hey Buaya" bekata Biawak sambil gemuyu-gemuyu.
"Ada apa adikku wahai Biawak?"
"Tahu tidak tentang Presiden Kunyuk"?.
"Kita mau ke kota: , kata Biawak, kemudian "Persiden kunyuk sedang nuggu ajal."
Hah? Buaya kaget.
"Betul malah sekarang menurut khabar Presiden Kunyuk yang kita cintai sedang sakit keras"
"Kalau begitu aku ikut!
Biawak dan Buaya akhirnya berangkat menuju ibu kota negeri Belantara.
Di Ibukota para mentri berkali-kali menasehati Presiden Kunyuk agar tidak perlu dan menggagalkan pembangunan liang lahat seperti monumen candi. Kelak suatu saat juga ada yang membangun itu jika presiden mangkat. Namun Presiden Kunyuk tetap ngotot untuk membangun makam untuk dirinya.
Karena khabar Presiden kunyuk sakit keras dengan dibuktikan tengah membangun liang lahat berupa bangunan makam yang megah, rayat sato khewan banyak yang menyaksikan pembangunan makam.
"Presiden Kunyuk ingin matinya tempat di yang indah pula," kata kerbau. "Ya Presiden Kunyuk hebat, beliau sudah tahu hari meninggalnya sehingga membangun tempat ini, " jawab Kambing menimpali.
"Apakah Presiden Kunyuk sakit?"
"Kabarnya masih segar bugar" , begitu obrolan di tempat pembangunan makam itu mereka berkerumun.
Tak berapa lama terdengar bunyi bonang bertalu tanda ada iring-iringan Presuden Kunyuk bersama para mentrinya.
Suara bobang semakin dekat, ternyata benar Presiden Kunyuk diiringi para mentri dan pejabat negeri hendak meninjau pembangunan Makam.
"Presiden masih segar bugar," bisik Kancil kepada Kambing.
"Macam-macam saja, masih hidup membuat makam untuk dirinya" , guman Kura-kura.
"Presiden Kunyuk mungkin mabuk pujian."
"Tidak mabuk ia mungkin stress!"
Yang mendengar percakapan tertawa.
"Mungkin kebanyakan ide," sahut Anjing yang di balas semu tertawa lagi. Sementara Presiden Kunyuk lewat dan menuju komplek pembangunan makam.
"Apa yang kurang Paduka Presiden Kunyuk?"
Bertanya Panglima Macan Tutul. Presiden mengerutkan dahinya kemudian, " Kita butuh kereta keranda, yang bagus."
Panglima Macan Tutul kemudian mengaum tanda siap menjalankan perintah.
Karena Panglima meneruskan perintah pada para mentri, maka terdengar jugal sampai rakyat Belantara.
"Oh betul Raja Kunyuk tengah 'ninggal lelewa', kata Kucing, "Ia menyuruh membuat kereta keranda!"
Hah!
Selang tiga bulan setelah ramai pembangunan makam, tak terdengar lagi berta Presiden Kunyuk yang bikin heboh itu.
Suatu hari ketika hari kejepit, Presiden Kunyuk mengumunkan cuti bersama. Presiden pun mengambil cuti pulang kampung di Kampung Kera. Kali ini karena pulang kampung, Raja meminta agar tidak ada pengawalan.
Setelah tiga hari cuti, Presiden Kunyuk belum terdengar kembali ke Ibu Kota. Para mentri dan pejabat negri akhirnya mencari Presiden Kunyuk di kampung halamannya.
Di kampung asal kelahiran Presiden Kunyuk, di Kampung Kera, terlihat sepi tak ada aktivitas penduduk , semua berada di rumah masing-masing
Ketika seorang mentri bertanya apakah desa kedatangan tamu Presiden? Penduduk itu menunjuk sebuah pohon besar. Para mentri kemudian menuju pohon besar di kampung itu. Kerika melihat ke atas pohon tampak Presiden Kunyuk telah digatungkan di atas pohon dan dikerubuti semut merah. Hanya tinggal tengkorak dan baju presiden.
Akhirnya para mentri dan pejabat pemerintahan yang berada di Kampung Kera memperoleh keterangan bahwa Presiden Kunyuk mati dikarenakan hukum di kampung adat itu. Presiden Kunyuk terkena hukum adat yaitu masuk ke kampung kera berbarengan dengan lahirnya bayi kunyuk. Sebab di kampung Kera jumlah kunyuk harus selalu genap 100 . Ketika ada bayi lahir dan kedatangan tamu, maka tamu kampung itu terkena hukum adat yaitu meloncat dari pohon besar dan leherya diikat dengan akar pohon besar itu.
Subscribe to Literanesia
Get the latest posts delivered right to your inbox