Singgih Hadi Mintardja
Lahir pada 26 Januari 1933 – 18 Januari 1999.,
Semasa hidupnya, SH Mintardja lebih banyak dikenal sebagai penulis cerita bersambung serial silat dengan setting kerajaan Mataram zaman Sultan Agung di beberapa surat kabar, seperti Harian Bernas berjudul Mendung di Atas Cakrawala dan Api Di Bukit Menoreh di Kedaulatan Rakyat. Episode terakhir yang hadir di hadapan pembaca Harian Bernas adalah episode ke 848 Mendung di Atas Cakrawala.
Setamat SMA, SH Mintardja yang lahir di Yogya 26 Januari 1933, bekerja di Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan (1958), terakhir bekerja di Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud DIY (pensiun 1989). Beberapa cerita roman silat yang digali dari sejarah di kerajaan Jawa telah ditulis SH Mintardja – yang oleh kerabatnya akrab dipanggil dengan nama Pak Singgih — sejak tahun 1964. Berbekal pengetahuan sejarah, ditambah mendalami kitab Babat Tanah Jawi yang beraksara Jawa, lahirlah cerita Nagasasra Sabuk Inten. Kisah berlatar belakang kerajaan Demak itu melahirkan tokoh Mahesa Jenar. Karena cerita Nagasasra sebanyak 28 jilid begitu meledak di pasaran dan amat digandrungi pembaca, banyak orang yang terkecoh dengan cerita roman sejarah itu. Banyak yang mengira Mahesa Jenar benar-benar ada dalam sejarah Demak.
Akibatnya, tim sepakbola asal Semarang pun dinamakan Tim Mahesa Jenar. Mungkin dengan nama itu Wong Semarang berkeinginan kiprah tim sepakbola sehebat Mahesa Jenar dengan pukulan “Sasra Birawa”-nya yang menggeledek. ”Padahal saya memperoleh nama itu begitu saja. Rasanya kalau diucapkan sangat indah dan kalau didengar kok enak,” ujar Mintardja dalam pengakuannya di buku Apa dan Siapa Orang Yogyakarta, edisi 1995.
Buku Nagasasra belum surut dari pasaran, SH Mintardja membuat kisah Pelangi di Langit Singasari (dimuat di Harian Berita Nasional tahun 1970-an) kemudian dilanjutkan dengan serial Hijaunya Lembah dan Hijaunya Lereng Pegunungan.
Agaknya suami Suhartini yang tinggal di Kampung Daengan, Gedongkiwo, Yogya ini tidak pernah mengenal lelah. Pada tahun 1967 menggelindingkan Api di Bukit Menoreh mengambil kisah berdirinya kerajaan Mataram Islam. Di sana ada tokoh Agung Sedayu, Swandaru, Kyai Gringsing, Sutawijaya, dan paling terakhir adalah Glagah Putih dan Rara Wulan — saudara sepupu sekaligus murid Agung Sedayu.
Ada sementara penggemar cerita SH Mintardja yang bilang, bila dijajarkan, maka cerita Api di Bukit Menoreh panjangnya melebihi jarak Anyer – Panarukan. Asal tahu saja, kisah itu memang lebih dari 300 jilid (buku) dan hingga akhir hayatnya kisah itu belum selesai. Dan masih ada puluhan serial cerita kecil lainnya yang dibuatnya.
Di sisi lain, Mintardja pun berusaha menulis kisah petualangan pendekar pembela kebenaran yang lebih pop. Kisah itu tidak terlalu keraton sentris, namun berusaha digali dari kisah kehidupan sehari-hari dengan setting masa lalu, ya apalagi kalau tidak jauh dari kerajaan-kerajaandi Tanah Jawa. Kisah seperti Bunga di Atas Batu
Karang yang mengisahkan masuknya pengaruh Kumpeni Belanda ke Bumi Mataram; kemudian serial Mas Demang yang “hanya” mengisahkan anak seorang demang. Dan terakhir adalah tokoh Witaraga dalam kisah Mendung di Atas Cakrawala, mantan prajurit Jipang yang kalah perang yang berusaha menemukan jatidirinya kembali dengan mengabdi pada kebenaran dan welas asih.
Singgih Hadi Mintardja :
SH Mintardja telah menulis lebih dari 400 buku. Cerita berseri terpanjangnya adalah Api di Bukit Menorehyang terdiri dari 396 buku. Berikut ini daftar beberapa karya sang pengarang itu:
Api di Bukit Menoreh (396 episode)
Tanah Warisan (8 episode)
Matahari Esok Pagi (15 episode)
Meraba Matahari (9 episode)
Suramnya Bayang-bayang (34 episode)
Sayap-sayap Terkembang (67 episode)
Istana yang Suram (14 episode)
Nagasasra Sabukinten (16 episode)
Bunga di Batu Karang (14 episode)
Yang Terasing (13 episode)
Mata Air di Bayangan Bukit (23 episode)
Kembang Kecubung (6 episode)
Jejak di Balik Bukit (40 episode)
Tembang Tantangan (24 episode)
Subscribe to Literanesia
Get the latest posts delivered right to your inbox