/ Artikel Sastra

RgBagus Warsono, Sang Pelindung Sastra (bagian 2) Oleh: Wawan Hamzah Arfan

RgBagus Warsono, Sang Pelindung Sastra (bagian 2)
Oleh: Wawan Hamzah Arfan
Kurang lebih sekitar dua bulan lamanya, sejak pertemuan awal saya dengan RgBagus Warsono, saya baru bisa kembali mengunjungi Markas Lumbung Puisi untuk kedua kalinya. Sebagai mana janji saya awal, kunjungan kali ini sambil membawa puluhan dokumen kliping, yang berisi puisi, cerpen, artikel, kritik dan esai seputar sastra. Kurang lebih tiga per empat dokumen kliping yang saya miliki. Begitu bertemu, tanpa panjang lebar, langsung saya serahkan dokumen kliping pada RgBagus Warsono. Sontak saja Ia terlihat bingung dengan setumpuk kliping yang saya berikan. Sambil menerima dokumen RgBagus Warsono mengatakan, "Terima kasih mas, ini harta yang sangat tak ternilai harganya." Lalu Ia bertanya pada saya, "Mengapa dokumen kliping ini diserahkan pada saya, padahal saya ini bukan siapa-siapa?".
Sebelum saya menjawab pertanyaan RgBagus Warsono, terlebih dahulu saya menikmati kopi hitam dan makanan ringan yang sudah tersaji di atas meja. Tak lama kami pun berbincang- bincang dengan diiringi kepulan asap rokok, karena kebetulan kami sesama ahli hisap. Menjawab pertanyaan RgBagus Warsono, saya jelaskan beberapa alasan, mengapa saya harus menyerahkan dan mempercayakan sepenuhnya untuk Lumbung puisi;
Pertama, saya sendiri tidak mengerti dengan apa yang terjadi, begitu spontan, hanya sebatas percaya pada bisikan hati, bahwa yang tepat untuk menyimpan adalah RgBagus Warsono sebagai Komandan Lumbung Puisi. Padahal selama ini, beberapa teman pernah memohon untuk bisa meminjam kliping saya, tapi saya tidak pernah memberikan pinjaman pada siapa pun, tanpa terkecuali. Kalau hanya sebatas membaca di rumah saya, asal tidak dibawa pulang, boleh-boleh saja. Tetapi ini malah diberikan buat Lumbung Puisi.
Kedua, saya merasakan ada sesuatu yang unik dan nyentrik dalam pribadi RgBagus Warsono. Sebagai seorang penulis dan sastrawan, RgBagus Warsono di mata saya biasa-biasa saja. Banyak sastrawan dan penulis yang lebih hebat dan lebih populer dibanding RgBagus Warsono, tetapi saya tidak melihat kehebatan dan popularitas. Saya hanya melihat ada jiwa kepedulian yang hebat dan luar biasa terhadap dunia sastra yang baru saya temukan dalam pribadi RgBagus Warsono.
Ketiga, sepertinya RgBagus Warsono tidak pernah peduli tentang karya yang ditulisnya. Karena selama saya ngobrol, dengannya, RgBagus Warsono lebih banyak menyoroti dan mengkritisi karya-karya orang lain, tidak pernah membanggakan tentang apa yang Ia tulis. Justru RgBagus Warsono lebih memikirkan bagaimana nasib karya sastra Indonesia sebelum era digital, agar generasi muda saat ini bisa mengenal karya sebelum tahun 2000. Karena menurut RgBagus Warsono, generasi muda jaman now hanya mengenal karya sastra sebatas media sosial. (bersambung)