Menulislah, maka kamu akan menemukan hal yang belum pernah kamu lihat sebelumnya.... Penulis : Wafa Farha
Menulislah, maka kamu akan menemukan hal yang belum pernah kamu lihat sebelumnya....
Penulis : Wafa Farha
Sebuah kehormatan bagi saya bisa berhadir di kegiatan Aksara Barito, Titik Temu 5 "Ziarah Sastra Pahuluan di Juai." Tak banyak yang bisa saya berikan, selain ucapan syukur dan dukungan moril.
Sebelumnya, saya ucapkan terimakasih yang teramat sangat, atas sambutan hangat luar biasa. Begitu sampai, panitia membawa saya masuk dan mempersilakan bergabung, dan langsung disambut oleh seorang perempuan cantik. Ibu Murjiah, selaku pembawa acara, beliau seorang aktifis seni dan kesastraan di Paringin juga pengurus Dewan Kesenian Balangan. Juga ditemani pembawa acara yang lain, Bapak Baihaki selaku Kepsek SMAN 2 Juai, juga Pembina beberapa sanggar seni dan juga pengurus Dewan Kesenian Balangan.
Sungguh kehormatan bagi saya, bisa berhadir dan menyaksikan anak-anak murid SMAN Juai 2 serta beberapa sanggar menampilkan karya mereka yang luar biasa. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh penyelenggara.
Semoga Allah mudahkan jalan Adek-adek ke depan. Tidak mudah patah semangat dalam berkarya dan mencari jalan kebaikan. Aamiin.
Saya menyukai sastra sejak SMP. Dengan mengikuti ekstrakulikuler yang diadakan sekolah, saya bertemu Pak Ali Arsi dan teman-teman yang memiliki minat sama. Berbagai kegiatan kami lakukan atas arahan Bapak Ali. Dari sekadar olah vokal, baca puisi, sampai pentas di musikalisasi puisi. Dan tentu saja saya sangat senang serta menikmati semua prosesnya. Terasa santai tapi juga sungguh-sungguh.
Kemampuan kami pun diasah dengan mengikuti banyak kompetisi dan Alhamdulillah beberapa kemenangan diraih saat itu. Termasuk lomba menulis puisi, dan pidato. Semua berkat latihan tanpa niat hanya main-main saja.
Semua hal positif tersalurkan dalam kegiatan itu. Berlanjut ke Pesantren, karena punya bekal seni dari SMP, saya sering kali ditunjuk untuk mewakili kelas, asrama bahkan pesantren di kompetisi. Lalu, setelah lulus, menikah dan kuliah, kegiatan saya di bidang ini benar-benar terhenti. Sebab selain menjadi seorang istri sekaligus ibu, saya dituntut belajar dan mengerjakan tugas dari kampus.
Oya, kebetulan di kehidupan sehari-hari selain menjadi istri, ibu dan mahasiswi saya juga seorang pengajar di TPA, aktifis dakwah juga.
Qodarullah, tak berapa lama Allah menguji saya dengan sakit. Kanker stadium 3 yang mengharuskan saya banyak rehat.
Begitu kegiatan mulai longgar karena rehat tadi, tepatnya di akhir 2017 saya menemukan komunitas menulis di sosmed. Hitung-hitung menjadi self healing juga.
Pokoknya, saya sangat bersyukur bisa bertemu Pak Ali Syamsuddin Arsi (ASA) dulu. Banyak hal yang beliau ajarkan berguna untuk masa depan saya. Beruntung saya tidak menyiakan dan belajar dari beliau dengan sungguh-sungguh pula. Semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan.
Saat itulah saya mulai aktif lagi mengisi waktu luang dengan iseng menulis. Namun, siapa sangka hasil dari iseng itu banyak penerbit yang melamar naskah saya, dari penerbit Indie juga mayor. Banyak buku yang terbit dari penerbit Indie, tapi di mayor perlu waktu yang panjang sebab harus menyelesaikan naskah dan revisi berkali-kali.
Saya mulai mendapat penghasilan dari menulis untuk berobat dan kebutuhan sehari-hari. Orientasi mulai berubah. Selain untuk kesenangan, self healing, dakwah lewat tulisan, saya juga bisa menghasilkan uang di sana. Saya harus mengahasilkan uang karena harus berobat dengan uang yang tidak sedikit.
Di sisi lain, saya semakin menyenangi dunia tulis menulis, sebab banyak pembaca yang chat dan menyampaikan kebahagiaan mereka setelah membaca karya saya. Di antaranya bahkan jujur mengatakan memakai kerudung dengan benar setelah membaca judul Dilamar Anak Kiai. Ada juga yang bilang sampai putus dengan pacar karena takut dosanya. Belum akibat seperti yang dibaca di novel saya. Kebetulan novel-novel Wafa Farha lebih terarah ke religi saat awal-awal.
Waktu terus berjalan, di tahun 2019 rupanya alam literasi berubah seiring alam yang dilewati manusia. Ketika pandemi, buku cetak tak lagi menjual. Itu kenapa buku-buku saya pun dihentikan pencetakannya, dan belum sempat terbit sampai ke toko buku. Menyedihkan. Namun, siapa sangka ... justru di sini awal kesuksesan untuk saya, di usia memerlukan pekerjaan dan tambahan lebih kala ekonomi keluarga mengalami kemerosotan.
Saya ditawari menjadi influencer sebuah Platform Menulis. Baru sebulan, penghasilan yang pertama di angka ratusan ribu, melejit sampai belasan juta. MaasyaAllah, dan sempat sampai ratusan juta hanya dalam waktu enam bulan. Benar-benar angka yang fantastis. Dan tidak terpikirkan bahwa literasi akan membawa perubahan sebesar ini dalam hal ekonomi.
Begitulah perjalanan yang saya lewati. Semuanya melalui proses. Keseriusan saat belajar. Lalu jatuh bangun dan sampai sakit. Namun, semuanya tidak menghentikan langkah saya.
Tidak hanya saya, adek-adek pun bisa melakukannya. Sungguh-sungguh dan kemudian sukses dengan versi kita sendiri. Bukan hanya uang, ada nilai dan pesan moral yang bisa kita sampaikan kepada orang lain. Maka ... menulislah, sebab dengan menulis apa yang ada di kepala kita tersampaikan kepada banyak manusia, meski kita tidak bicara langsung dengan mereka.
Subscribe to Literanesia
Get the latest posts delivered right to your inbox