/ Artikel Sastra

MELAUT BERSAMA PAK TUA dalam Sekeranjang Ikan oleh Kasdi Kelanis

RgBagus Warsono:
MELAUT BERSAMA PAK TUA
Tinggal di dekat lautan alias dekat dengan bibir pantai. Menjadikan kita
akrab dengan istilah atau kosakata,
bahkan budaya orang pantai. Kego-
tong-royongan masyarakat begitu
terjaga. Sering ada pemandangan,
orang beramai-ramai menarik pera-
hu yang pulang sarat dengan tang-
kapan ikan atau juga ketika hendak
melaut, mendorong ramai-ramai hingga menemukan air laut.
RgBagus Warsono alias Agus Warsono atau juga Bagus Warsono
yang lahir di Tegal, 29 Agustus 1965,
dan kini menetap di Indramayu, ten-
tu sangat akrab dengan nuansa dan
budaya pantai. Seorang guru yang
masih aktif, dikenal sebagai peng-
gagas Lumbung Puisi Sastrawan
Indonesia, sebuah komunitas atau
grup fesbuk. Dan komunitas ini ber-
tekat menjadi wadah dokumentasi
puisi Indonesia, mungkin sastra se-
ra umum. Telah banyak menerbitkan
puisi atau prosa tunggal. Aktif me-
ngikuti acara-acara sastra.
Beliau juga penggagas sekaligus
sebagai kurator penyematan penga-
kuan 30 tahun berkarya dengan di-
terbitkan buku SETYASASTRA NA-
GARI, Penebar Media Pustaka, 2021.
dengan 115 penyair Indonesia, aku
masuk pada urutan 65. K.Kasdi W.A.
(Sragen), dan mungkin 2021 ini ma-
maju diakui sebagai penyair Indone-
sia berkat dokumentasi RgBagus
Warsono. Bersyukurnya lagi aku ha-
dir ketika penyematan pin oleh be-
liau, secara simbolis diberikan pada
10 penyair yang hadir di Pekalongan,
dalam acara Puisi dalam Kotak Sua-
ra.
RgBagus Warsono aktif membuat
antologi bersama di bawah Panji
Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia.
Oleh karena, kesibukannya sebagai
ASN dan berbagai kegiatan literasi
sehingga jarang memposting puisi
yang baru. Berikut ini satu puisinya
yang baru-baru ini dibacakan dan di-
tulis di Indramayu, 2015.
Kau cari tuna
ketika perahu kursin melintas
biduk kecil
pak tua menahan ombak
laju kapal lewat
terpental pak tua oleh gulungan
ombak
pulang saja kalau sudah satu
penggorengan
menghina pak tua kewalahan
ketika ombak mengecil
pak tua tersenyum
zaman sudah berganti
seribu kakap kau bilang masih belum dapat ikan
Indramayu, Juni 2015
Secara umum puisi di atas dengan
sembilan larik dan ditulis dengan
renggang antarlarik, membetulkan
suasana nelayan tua yang berjuang
dengan biduk kecil yang bersaing
dengan kapal kursin atau kapal be-
sar lainnya. Di tengah gempuran
ombak yang lumayan keras. Untuk
mendapat satu penggorengan saja
sulit. Akan tetapi, yang mendapat
"seribu kakap" mereka "bilang ma-
sih belum dapat ikan".
"zaman sudah berganti", ini ungkap
pak tua yang bisa mengerti perbeda-
an yang terjadi. Kalau dulu, orang mencari ikan cukup dengan biduk
kecil untuk mendapat satu penggo-
rengan itu mudah karena belum ada
kapal besar, termasuk kapal kursin.
Sekarang, untuk mendapat satu wajan saja sulit sekali. Ini dipadok-
kan oleh penyair bahwa ada yang
mendapat jumlah yang besar saja
masih mengatakan belum mendapat
ikan.
Ya semua serba relatif. Bergantung
kebutuhan dan rasa syukur masing-
masing. Ada yang koleksi kendaraan
bermacam mobil mewah, aset peru- sahaan trilyunan, namun merasa ma-
sih kere. Ada pensiunan, dengan gaji
sedikit bisa untuk makan tiap hari dan dapat menyisihkan sedikit untuk
menerbitkan kumpulan puisi, ia me-
ngatan bersyukur serta merasa kaya.
Teruslah berkarya Bung RgBagus
Warsono, masyarakat sastra tentu
sangat berterima kasih atas pendo-
kumentasian yang dikerjakan. Sam-
bil tetap melahirkan karya untuk me-
nambah gebyar buket sastra Indo-
nesia.
Sragen, 18 Maret 2021
K.Kasdi W.A.
9.-Satu-Keranjang-Ikan