Bur Rusuwanto

Dikenal sebagai sastrawan, ia pernah memenangkan Hadiah Sastra untuk ceritanyaBumi yang Berpeluh tahun 1962 dan Mereka Akan Bangkit tahun 1963. Keduanya diterbitkan oleh Mega Bookstore ditahun 1963. Pernah aktif dalam perjuangan pemuda mahasiswa dalam aksi Angkatan’ 66. Semasa demonstrasi lahir sajak-sajak stensilannya seperti Mereka Telah Bangkit tahun 1966 dan lain-lain. Diantara sajak dan cerpen-cerpennya antara lain Liwat Tengah Hari, Telah Gugur Beberapa Nama, Tirani dan Discharge. Ditahun 1964, Bur Rasuanto pernah memenangkan Hadiah Sastra Yayasan Mohammad Yamin, tapi ditarik kembali karena hasutan Lekra/PKI.
Cerita-ceritanya yang lain, Piket yang semuanya dibuat tahun 1961, oleh HB Jassin dinilai sangat baik, idenya menarik dan kejadiannya mencekam. Novelnya Tuyetpernah dimuat di harian Kompas yang kemudian dibukukan tahun 1979. NovelTuyet dibuatnya setelah ia mengunjungi pertempuran Vietnam ditahun 1967. Novel ini terpilih sebagai karya fiksi terbaik tahun 1979 dari Yayasan Buku Utama.
Selain sebagai sastrawan ia pernah dikenal sebagai wartawan harian Indonesia Raya dengan jabatan redaktur. Pernah menjadi wartawan perang harian KAMI, kemudian menjadi redaktur majalah Tempo. Menikah dengan Masnun Saleh, dikaruniai 4 orang anak, satu meninggal dunia. Berkulit kuning langsat oleh rekan-rekannya ia dikenal sebagai pemberani dan keras hati. Ia menggemari olahraga lari dan karate.
Pada tahun 1990 Bur Rasuanto ditunjuk menjadi Direktur PKJ-TIM menggantikan Drs. Soeparmo. Bur Rasuanto menata manajemen PKJ-TIM ke arah swastanisasi dengan gaya yang sangat berbeda dengan pendahulunya. Ia membebastugaskan kedua Wakil Kepala Badan Pengelola. Kemudian Ia mengembalikan 50 dari 72 orang karyawan PNS TIM ke induknya yaitu Dinas kebudayaan DKI Jakarta. Sebagai gantinya, ia memilih beberapa tenaga yang dianggap mampu untuk membantunya di bidang administrasi kantor, teknisi umum, dan operasional lapangan. Kesejahteraan karyawan ditanganinya dengan mendirikan kembali Koperasi Karyawan PKJ-TIM dan menambah modalnya. Tetapi, sebagai akibat dari kebijakan mengutamakan acara yang memasukan dana ke kantong TIM, Bur menyeleksi ketat program DKJ. Tindakan ini menimbulkan silang pikir dengan pimpinan DKJ dalam penyusunan program dan efisiensi pembiayaan. Pada tahun 1991 Bur Rasuanto akhirnya digantikan oleh Pramana Padmodarmaya.