/ Artikel Sastra

WARDJITO SOEHARSO MERANGKAI BERITA, CERITA,, DAN DERITA MENJADI SEBUAH KETAPEL (Bagian - 1) oleh: Wawan Hamzah Arfan

Mendengar nama "ketapel", ingatan saya langsung tertuju pada sebuah benda yang menyerupai huruf "Y" terbuat dari dahan kayu bercabang yang diikat dengan karet hitam atau merah pada kedua ujung kayu, lalu
menyambungkan ujung-ujung karet dengan potongan kulit. Saya mengenal ketapel ketika duduk di bangku SD, dan saya pernah membuat ketapel sebagai sebuah permainan untuk anak laki-laki. Berbeda dengan anak-anak masa kini, mungkin banyak yang tidak mengenal apa itu ketapel.
Dalam kesempatan ini saya ingin mencoba menyoroti sebuah novel karya Wardjito Soeharso berjudul "Ketapel", padahal selama ini saya belum pernah menyoroti atau mengulas sebuah novel. Saya lebih tertarik untuk menyoroti puisi dan cerpen. Namun berbeda dengan novel yang satu ini, ada daya magnet tersendiri. Terlebih ketika sang pengarang memberikan pernyataan dan pertanyaan di media sosial, bahwa: "Cuplikan dialog dalam novel yang, insya Allah, akan terbit dan beredar 10 Februari 2022 nanti. Seberapa besar risiko bagi wartawan yang memburu berita dengan cara investigatif reporting, untuk menguak kasus kriminal dalam satu mega proyek bernilai trilyunan rupiah? Monggo, yang minat, kontak langsung pada nomor yang ada." Tanpa menunggu waktu lama, saya langsung kontak pengarangnya agar saya bisa memiliki dan bisa membaca novelnya. Menurut hemat saya novel "Ketapel" sangat menarik,unik dan keren dilihat dari judulnya. Kurang lebih sepekan, Selasa sore tanggal 15 Februari 2022 saya menerima paket buku Novel "Ketapel" yang dikirim langsung oleh pengarangnya.
Sebelum saya memberikan apresiasi dalam bentuk ulasan atau sorotan terhadap novel "Ketapel",; terlebih dahulu saya ingin sedikit menyoroti sosok sang pengarang, tentu saja sebatas pengamatan saya. Karena secara kedekatan dalam pertemanan boleh dikatakan tidak begitu dekat. Saya mengenal nama Wardjito Soeharso memang sudah lama yaitu lewat karya-karyanya berupa puisi, namun saya baru pertama kali bertemu dan bertatap muka langsung yaitu pada acara Puisi dalam Kotak Suara di Pekalongan, 23 Oktober 2021 lalu. Pada saat saya pertama bertemu, kesan pertama saya terhadap Wardjito Soeharso adalah orangnya nyentrik, boleh dibilang nyeniman tulen dengan rambut agak gondrong yang sudah memutih, juga orangnya sangat supel. Lebih-lebih pada saat ngobrol dengan RgBagus Warsono, obrolannya kadang ceplas-ceplos sekenanya, seadanya dan seenaknya. Hal seperti itu bagi saya asyik-asyik saja walau sebatas sebagai penyimak. Pertemuan awal itu saya punya kesan yang sangat unik terhadap Wardjito Soeharso, walau saya tidak terlibat ngobrol banyak dengannya. Makanya begitu Ia sedang mempersiapkan penerbitan novelnya yang berjudul "Ketapel" ketertarikan saya semakin lengkap. Ada rasa penasaran saya, jangan-jangan novel yang Ia tulis tidak jauh berbeda dengan gaya pengarang yang ada dalam pribadinya dengan apa adanya, baik dalam penampilan mau pun dalam gaya bicaranya. Mengapa hal ini perlu saya ungkapkan di sini, karena bagaimana pun juga sebuah karya lahir, misalnya novel, mau tidak mau karyanya tidak akan lari jauh dari bayang-bayang hidup dan kehidupan yang dilalui oleh pengarangnya
Membaca sekaligus menyimak novel "Ketapel" yang sangat tebal, hingga memakan 394 halaman, bukan hal yang mudah bagi saya. Kendala paling utama adalah sangat melelahkan mata, tentu butuh waktu berminggu-minggu untuk bisa menyelesaikannya, karena faktor usia dan kesibukan lainnya. Namun pada akhirnya selesai juga saya membacanya. Ada kepuasan dan kenikmatan tersendiri bagi saya bisa menyantap novel "Ketapel" sedikit demi sedikit, dan cukup mengenyangkan hati dan pikiran saya, walau menu yang disuguhkan Ketapel begitu sederhana dan apa adanya. Di sinilah yang menarik perhatian saya untuk memberikan sedikit apresiasi terhadap "Ketapel".
Novel Ketapel karya Wardjito Soeharto boleh dikatakan sebuah novel yang unik dan nyentrik, menyuarakan ketidakpuasan pengarang terhadap situasi sosial, ekonomi, dan politik di negeri ini yang makin tidak jelas keadaannya. Juga saya melihat novel ini sebagian besar berisi suka duka perjalanan hidup dan kehidupan pengarang sendiri. Karena "Katapel" berisi beberapa bagian cerita yang dibagi menjadi 15 bab, maka dalam kesempatan ini saya akan menyoroti satu persatu bab per bab, sebelum menyimpulkan secara utuh. (Bersambung)
Catatan:
Ulasan saya yang hadir di Lumbung Puisi ini adalah sebuah novel karya mas Wardjito Soeharso, dan akan saya tulis secara bersambung. Mengapa saya tulis secara bersambung? Pertama agar tidak jenuh dalam membacanya, kedua tentu saja membuat penasaran, terutama mas Wardjito, he he he.
Ada pun lanjutan tulisan saya tersebut akan hadir sepekan berikutnya, artinya memberi kesempatan pada yang lain untuk mengisi karyanya di Lumbung Puisi. Juga perlu saya garis bawahi di sini, setelah saya selesai mengulas Ketapel, saya akan mengulas kumpulan puisi karya para penyair lainnya, tentu saja kumpulan puisi yang ada pada perpustakaan pribadi saya. Mudah- mudahan saya dan teman-teman Lumbung Puisi selalu diberi kesehatan, aamiin. Terima kasih

Wardjito-Soeharso