Ziarah Ke Lubuk Larangan, Syahadat Senggama
Ziarah Ke Lubuk Larangan, Syahadat Senggama
Puisi-puisi yang lahir dari perenungan diri seseorang mula muncul pengakuan diri tentang siapa diri ini, aku sebagai manusia. Ia bicara tentang apa saja di Dunia yang fana ini. Ketakberdayaan, dosa, dan harapan dan juga kepasrahan. Kemudian tentang apa dilakukan pada Sang Pencipta. Tentang bagaimana mendekatkan diri, lalu harapan dan sisi sosial dan sebagainya sebagainya. Perenungan adalah proses berfikir juga dengan hati. Sebuah Proses yang kadang salah satunya ingin lebih menonjol. Keduanya memiliki keistimewaan. Proses yang menggunakan pikiran lahir kekuatan tata bahasa dan hati menunjukan nilai-nilai kandungan pesan dalam puisi. Semua ini sulit utuk diceritakan hanya penyair lah yang tahu. Maka kadang puisi seseorang penyair disatu ketika lahir amat indahnya dan suatu ketika buntu tak menentu tafsirnya.
Adalah Asro Al Murthawy penyair Jambi di Merangin dengan gagah menyampaikan Syahadat Senggama karena antologi ini
menghimpun puisi puisi dalam kaitan perenungan itu.
Lalu ia bicara Antara Ambang Batas dan Kelopak Mimpi, di lain puisi ia bicara Alifku Tak Sampai Wau, Pada Tubir Tebing Malam, Mencumbu Angin.
Judul judul proses perenungan yang oleh penyair itu sendiri terjemahannya.
Mari kita lihat:
Ziarah Ke Lubuk Larangan
//Ziarah ke lubuk larangan-lubuk kenangan
Segala rindu mengapung
Mari bangkitkan gairah api
Yang Lana terbeku
Rindu/
/Bahkan di tebing dinding sungai
Perdu rerumputan menggambar siluet palin indah
Yan pernah gagap ku eja di tubuhmu
Riak ombak rincik air berorkestra kidung purba
Memanggil namamu//
Asro Murthawy, me unjukan bahwa puisi religi juga hinggap tak hanya pada kalangan sufisme tetapi juga ia mampu menghantar pesan dari keheningan itu.
(Rg Bagus Warsono)