Tulisan Tangan Penyair Satrio Piningit

Puisi Tulisan Tangan Tidak Semata Mengobati Kerinduan.
Demikian yang dialami tokoh-tokoh sastrawan masa lalu, tulisan tangan mereka menjadi bukti sejarah yang mendukung otentiknya operistiwa dan pelakunya.

Bila Anda tak percaya akan apa yang penulis utarakan di atas, silahkan cek saja diri dan keluargamu. Berapa kali Anda ganti hanpon? Padahal baru setahun, seorang teman telah berganti hanpon 2-3 kali. Lalu berapa kali Anda mengganti latop atau notbook?
Inilah yang menjadi kurangnya pemahaman akan perubahan teknologi digital itu. Sementara negeri-negeri pemproduksi alat informasi ini bertepuk tangan dan terus mengebangkan produksinya

Zaman sudah berubah semakin modern semakin dimudahkan oleh teknologi. Termasuk dalam dunia tulis menulis yang didalamnya adalah penulis dan media. Menyikapi hal ini perlu secepatnya diberikan pada generasi muda bahkan memulainya dari pendidikan Taman Kanak-kanak. Keterlambatan penyerapan pendidikan dunia teknologi informasi menyebabkan kesenjangan antara sarana media yang ada dengan sumber daya yang dimiliki masyarakat, sehingga pemahaman itu hanya dari belajar antar pengguna. Akibatnya adalah pemahaman pada segi pemakaian bukan pada pemahaman teknologi dan dampak serta manfaatnya.

Kenyataan mereka yang telah memahami dimulai sejak bangku universitas, itu pun pada fakultas tertentu. Sedang yang lain lebih banyak belajar teknologi invormasi dengan cara otodidak.

Di dunia sastra peran teknologi informasi semakin besar dan kuat. Pemahaman teknologi dan praktiknya harus dikuasai para pelaku sastra. Beruntunglah para pelaku sastra itu kebanyakan berlatar pendidikan dan banyak mengenyam pendidikan tinggi, sehingga memasuki era digital sastrawan dapat menyikapi dan tidak tertinggal.

Sengaja kami, Lumbung puisi dalam edisi favoriete menggagas sebuah antologi tulisan tangan. Berupa kumpulan tulisan tangan penyair Indonesia.
Puisi Tulisan Tangan tidak semata mengobati kerinduan, tetapi untuk mebuat sejarah yang ditinggalkan dalam panca roba kehidupan. Bahwa penyair Indonesia tidak asal mengetik naskah dalam era digital ini tetapi membuktikannya dalam tulisan tangan mereka. (Rg Bagus Warsono, sastrawan tinggal di Indramayu, 11 September 2018).
Penulis :

  1. Andrie Bucek (Lombok)
  2. Winar Ramelan (Jakarta)
  3. Rg Bagus Warsono (Indramayu)
  4. Wiwin Herna Ningsih (Bandung)
  5. Didi Kaha (Brebes)
  6. Leli Yuyantri (Indramayu)
  7. Soetan Radjo Pamuntjak (Bukitinggi)
  8. Ira Suyitno (Mojokerto)
  9. Bambang Widiatmoko (Jogyakarta)
  10. Ade Sri Hayati (Indramayu)
  11. Dwi Wahyu Candra Dewi (Semarang)
  12. Syahriannur Khaidir (Sampang, Madura)
  13. Nani Tanjung (Jakarta)
    14.Syaiful B. Harun (Palembang)
    15.Heru Marwata (Yogyakarta)
    16.Sri Budiyanti (Demak)
    17. Raden Rita Maemunah (Padang)
    18. Sarwo Darmono (Lumajang)
    19. Salman Yoga S. (Takengon, Aceh)
    20. Barokah Nawawi (Semarang)
    21. Wardjito Soeharso (Semarang)
    22. Gilang Teguh Pambudi (Bandung)
    23. Wadie Maharief (Jogyakarta)
    24. Sri Sunarti (Indramayu)
    25. Muhammad Lefand, (Jember)
    26. Heru Mugiarso (Semarang)
    27. Samian Adib, (Jember)
    28.Buanergis Muryono (Depok)
    29. Mo Amrin (Cirebon)
    30.Iwan Bonick (Bekasi)
  14. Wanto Tirta (Banyumas)
  15. Cuk Ardi (Lumbung Puisi)
    33.Sukma Putra Permana, (Jogyakarta)
  16. Sutarso (Sorong)
    35.Arya Setra (Jakarta)
  17. Muhammad Mukarom (Jombang)
    37.Barlean Aji (Jember)
  18. Yanti S Sastro Prayitno (Sragen)
  19. Alek Brawijaya, (Musi Banyuasin)
  20. Uyan Andud (Kediri)
  21. Ahmad Setyo Bae (Slawi)
  22. Mohamad Iskandar (Demak)