Sastrawan Ketemu Sastrawan, Bukan Ukuran Kemunafikan
Sastrawan Ketemu Sastrawan
oleh RgBagus Warsono
Betul apa dikata orang ‘sastrawan juga manusia’ yang punya hawa nafsu dan hati mulia. Boleh jadi mungkin tulisan karyanya tidak semua mencerminkan kepribadian.
Perkara merasa diri ‘paling……’ kadang-kadang membisiki hati. Begitulah manusia ketika berada pada komunitasnya. Falsafah “Batu kecil diantara beras di tampah” agaknya diartikan lain. Memang batu itu akan segera diambil ketika ibu menapih beras. Batu kecil itu ingin segera diambil. Maka jadilah batu kalau ingin diperhatikan. Padahal Ibu segera membuangnya dari butiran butiran beras putih yang lain.
Namun ada juga sastrawan lain lagi, ketika Sastrawan Ketemu sastrawan , ia mengaku kecil dan mengaku bukan sastrawan. Tetapi aku menjadi heran untuk apa ia datang diundang dalam kegiatan kominitas sastrawan yang hanya mengundang sastrawan saja. Kalau ia bukan sastrawan kenapa datang ketika diundang sebagai sastrawan. Sebuah kerendahan diri yang tak masuk akal alias munafik.
Jadi sebetulnya semua munafik. Kalau sastrawan semua munafik, berarti karya mereka juga munafik. Tetapi bukankah ‘telor juga keluar dari tahi ayam”?
Pertanyaan yang lain apa beda sastrawan satu dengan sastrawan lainnya? Tentu bukan ukuran kemunafikan.