Sastrawan Indonesia dan Daerahnya Rg Bagus Warsono, Riswo Mulyadi dan Wanto Tirtatirta Mata Air Curug Pengantin
Sastrawan Indonesia dan Daerahnya
Rg Bagus Warsono,
Riswo Mulyadi dan Wanto Tirtatirta Mata Air Curug Pengantin
Jika Anda ke Ajibarang bertanyalah pada penduduk sekitar tentang air terjun kecil yang tak pernah henti mengalir. Mata Air Ajibarang yang dikenal sejak zaman dahulu.
Di Ajibarang inilah tinggal dua sastrawan Indonesia yang produktif menulis. Keduanya mendapat sebutan Sastratama dari Lumbung Puisi yaitu Sastrawan Utama Indonesia karena karya-karyanya. Wanto tirta dikenal sebagai penulis antologi tertebal se Indonesia (kurang lebih 10 cm ketebalan buku) dan Riswo Mulyadi dikenal sebagai pelestari kearifan lokal Banyumasan dengan geguritannya.
Curug Pengantin adalah oyek wisata air terjun yang berada di Dusun Parduli, Desa Kracak. Air terjunnya juga tidak terlalu tinggi dan hanya 2 meter saja. Jadi, anda tidak perlu takut untuk mandi dibawah air terjun. Namun yang istimewa dari air terjun ini lantaran warga yang tinggal di sekitaran air terjun itu mempercayai apabila mandi di Curug Pengantin ini bisa untuk menolak bala atau kesialan. Selain itu,jika kita mandi di sini dapat mempercepat dapat jodoh. Akses menuju lokasi Curug Pengantin masih jalan setapak dan sekitar 8 kilometer dari Kecamatan Ajibarang. Curug Pengantin ini tempatnya ada di tengah hutan. Jalannya pun menanjak dan belum diaspal. Kendati begitu, air di curug ini tak pernah kering dan selalu mengalir airnya baik musim hujan maupun kemarau.
Dua sastrawan, Riswo Mulyadi dan Wanto Tirta seperti mata air Curug Pengantin Ajibarang.
Riswo Mulyadi, lahir di Banyumas tahun 1968 dengan nama RISWO, anak seorang petani bernama Mulyadi, aktif menulis puisi dan geguritan bahasa banyumasan. Beberapa Geguritannya pernah dimuat di Majalah Ancas dan antologi Geguritan Banyumasan “Inyong Sapa Rika Sapa” (2016). Puisinya juga tergabung dalam sejumlah antologi : Mendaras Cahaya (2014), Jalan Terjal Berliku Menuju-Mu (2014), Nayanyian Kafilah (2014), Memo untuk Presiden (2014), Metamorfosis (2014), 1000 HAIKU Indonesia (2015), Surau Kampung Gelatik (2015), Puisi Sakkarepmu (2015), Palagan Sastra (2016).
Kini aktif sebagai pendidik di MI Ma’arif NU 1 Cilangkap, tinggal di Desa Cihonje Kecamatan Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah.
Wanto Tirta, Lahir dan hidup di lingkungan pedesaan. Menulis puisi, guritan, parikan dan membacakannya di berbagai kesempatan. Bermain teater dan ketoprak. Bergiat di Komunitas Orang Pinggiran Indonesia (KOPI), Paguyuban Ketoprak Kusuma Laras. Mendapat penghargaan Gatra Budaya Bidang Sastra dari Pemkab. Banyumas (2015), Nomine Penghargaan Prasidatama kategori Tokoh Penggiat Bahasa dan Sastra Jawa, Balai Bahasa Jawa Tengah (2017). Karya-karyanya termaktub di berbagai antologi puisi/guritan bersama