Puisi-puisi Pilihan Di 100 Chairil Masa Kini
Puisi-puisi Pilihan Di
100 Chairil Masa Kini
A.Rahim Eltara
Sepucuk Surat Sewangi Kenanga
Telah bermiliyar-liyar tetes embun mencatat duka
di atas tanah merah bata, tentang jiwa yang gunda, tentang mata air
airmata yang kering, tentang bayang-bayang yang luka
tentang sajak-sajak yang murung.
dan burung-burung telah menerjemahkan mendung
dengan bahasa pilu, saat bunga kamboja gugur melayat.
Di karet pun rintik-rintik hujan cemas
dalam lembar-lembar kertas yang kau remas
karena di sana tak kutemukan sajakmu membeku
hanya ada gelegar suara mengaum di atas mimbar. Bukan raja hutan
yang bertitah di tahta, tapi suara binatang jalang
ingin hidup seribu tahun lagi.
Dalam derai-derai cemara, aku akan datang bertamu dalam sunyimu
berziarah ke pusaramu bersama Asrul Sani dan Rivai Apin
dengan tanpa membangunkanmu dari tidur panjang
untuk membacakan surat dan kartu pos
yang pernah kau tulis dalam gelisah
Telah seabad aku memilih diksi di antara taburan bunga
peziarah setiap pagi, di antara kertas berserakan
yang diterbangkan doa-doa ke langit
Sepucuk surat sewangi kenanga yang kutulis kala senja,
kukirim kepada beratus-ratus chairil yang lahir dari rahim sajakmu
dan mereka bersemangat membacanya tanpa teks.
Sumbawa, 26 Juli 2022
Adrian Kelana
Apalagi Yang Harus Dibaca
karya Adrian kelana
Semua itu sudah tersibak dari tudung penutup musim
Apalagi yang harus dibaca?
Titik dan koma bersekutu menghadang tanda tanya
bait bait prasangka berpesta pora
Dunia ini sudah sangat renta
Banyak pituah dinisankan begitu saja
Puisi dan sajak akankah bertahan lama?
Sementara mereka merubah arah angin muara
Apalagi yang harus dibaca?
kita dikatakan ketinggalan zaman
Buku buku puisi menjadi urutan kesekian
Mereka lupa jika sajak adalah tempat menyampaikan pesan
Membangkitkan semangat perjuangan
Bukan sekedar catatan harian
Apalagi yang harus dibaca?
Mungkin semua akan terasa sunyi
Serupa si bisu berpuisi
Komat Kamit merancah panggung
Sorak Sorai hanya dalam mimpi
Sansai
Indonesia
26072022
Any Faiqoh
Tentang Kopi Malam Ini
Apa lagi yang harus dipikirkan,
ketika kopi seduhanmu sudah di hadapan?
Apa lagi yang kurang,
jika sigaret juga sudah ada di ujung tangan?
Bukankah semua sudah berada pada tempatnya?
Biarkan negara diurus mereka,
toh kita juga sudah menpercayakannya
Mengeluh sampai berpeluh,
kukira hanya membuat keadaan semakin keruh.
Negara ini, sudah cukup gaduh.
Tetap berada pada bagian kita
bukan berarti tidak berbuat apa-apa.
Karena demikianlah semestinya kehidupan berjalan.
Tak mungkin mesin roasting digantikan ayakan.
Apa jadinya jika dipaksakan?
Mari kita nikmati malam ini,
Meski rokok tinggal sebatang,
Dan gelaspun nyaris gothang.
kaliwungupermai_26022021
Anisah Effendi
Dengan Puisi
(Mengenang Chairil Anwar)
Cinta dan doa kau lantunkan dengan puisi
Amarah dan kecewa kau tumpahkan dengan puisi
Sunyi dan sepi kau lukis dengan puisi
Luka dan duka kau bawa berlari dengan puisi
Dengan puisi pula
Kau menjaga jiwa dan menjaga Indonesia
Darimu aku temukan
Semangat hidup
Seribu tahun lagi
Cirebon, 26 Juli 2022
Atek Muslik Hati
Sang Binatang Jalang
Dia bukan bintang, hanya binatang nan jalang
Menaum melebihi singa-singa lapar
Ia menerkam menerjang. Lawan lintangpukang, tunggang-langgang!
Merangkul mesra kawan sesama pejuang kata. Semesra rayuan pulau kelapa
Mendentumkan meriam kekata. Mengusir segala penjajah
Meski tanpa darah!
Ia relakan menjual asa demi bangsa tercinta. Merebut kata merdeka
Merdeka dan bebas dari belenggu tirani keserakahan, kemunafikan dan kesengsaraan.
Sengsara jiwa sengsara raga..
Menangis jiwa menangis raga
Dan,
Merdeka dari belenggu kenistaan, kebodohan lahirkan keangkaramurkaan nyata. Hingga kini, kita sudahkah rasakan merdeka?
Jawab nya ada di ujung tanduk rusa! Atau bahkan menunggu seribu tahun lagi...
Praya Lombok
26 July 22
Bi Yang Lana
Rumah Untuk Chairil
Adalah dada kami
Tempatmu berpulang Chairil
Dimana sajak berjejak-jejak
Tak pernah beranjak
Dimana puisi terus berintuisi
Penuh sinergi
Tak pernah mati
Ketika engkau ingin hidup seribu tahun lagi
Sesungguhnya engkau abadi di dada kami
Samuderakan diksi-diksi
Tenanglah tenang
Biarlah kini kami yang jalang Dengan barisan kata-kata menerjang
Rumahmu kini Chairil
Adalah hati kami yang berdinding Alfatihah
Beratapkan doa-doa
Sorohdoyong, 26 Juli 2022
Buana KS
Kepada Binatang Jalang
: Chairil Anwar
Aku kira
Beginilah nanti Jadinya
Kau mati, membusuk di karet
Tinggal rangka
Penyair, sepi membeku batu
Rumahmu unggun timbunan sajak
Pena, tinta menjejak abadi
Hidup seribu tahun lagi
Cemara menderai sampai jauh
Senja pun tiba, ombak debur berdebur
Pena dan penyair berpaling di pantai ke empat
Sekalian selamat jalan
Rumahmu kini unggun timbun sajak
Tubuhmu hilang melebur di karet yang berdebu
Semangatmu tetap garang berdiri tegak
Tak seorang pun kan mengganggu
Mari beria,
Selepas meneguk kata
Sekali lagi, sajak tetap berdiri sendiri
Muara Bungo, 26 Juli 2022
Denon Yuliwati
Chairil Anwar
Raga sudah tak berbekas
Tapi namamu tak pernah pudar dan lepas
Satu abad kini kibaran puisimu dalam alam bebas
Bagai tulisanmu, ingin hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar dalam puisi
Tetap bergaung dikebesaran diri
Pada pena-pena sang penyair mengikuti jejak diksimu
Mencari kekuatan dalam puisi
Aku binatang jalang ucapmu
Bagai karyamu penuh karakter menggebu
Bagai api dalam sekam yang siap membara
Ya… karena di jamanmu hidup adalah taruhan
Sepak terjang dan semangat membaramu yang tertuang dalam puisi
Mengisyaratkan bahwa jiwa tak bisa
rapuh dan ringkih
Tapi tidak denganmu Sang Pujangga
Tubuhmu rapuh dan kembali keharibaan-Nya
Karangampel, 26 Juli 2022
Desire Whine Arsy
Satu Abad dalam Sajak
Dalam sajak ini
Waktu bergulir
Penat telah aus
Tak lagi murung
Tak lagi debur
Hanya sunyi
Masih hijau
Serupa diksi pagi
Mengguris mimpi-mimpi
Dalam sajak ini
Tak lagi sepi
Sebab caya kata
Tak lagi gigil dalam dingin
Sorak-sorai menggema
Abadi jiwa dalam semesta
Dalam sajak ini
Telah membatu pintu-pintu
Telah berdebu rayu pinta
Kata-kata biarlah merdeka
Menjadi mantra-mantra
Menjadi sajak abadi
Pun raga
Lelap sentosa
Tuban, 26 Juli 2022
Elly Azizah
Pusara
Kematian itu pasti terjadi
Walau ia menusuk relung hati
Kerelaanmu menerima segala ada
Baru kutahu setinggi itu ilmu yang ada
Betapa duka mencekam dalam
Meremuk redam kerinduan
Terakhir kita berbincang bercerita
Tertawa gembira. Menangis
Suaramu keras memilu hati
Kini kutahu kita tak akan bersua lagi
Di pusaramu kami merunduk pilu
Rindu ceritamu
Rindu kelakarmu
Selalu kautebarkan
Terakhir kali kau cerita
Ngeri. Takut seolah-olah benar nyata
Kami terdiam gelisah marah
Tak terkira hanya cerita fatamorgana
Banyak goresan ceritamu
Di alun kenang
Menyelubung menusuk nurani
Jiwa ini pilu tak kuasa melepas renggutan
Duka menengadah
Bengkulu, 26 Juli 2022
Ence Sumirat
Depan Makam Chairil
Tanah merah masih tetap basah
Saat jutaan doa tumpah ruah
Pancang nisan berdiri kokoh bertahan
Dalam aroma pekat kerinduan
Seabad sudah
Terbaring pejuang kata
Yang takhenti menghunus cinta
Menjaga marwah manusia
Genap bakti usai menderma
Bersama keagungan jiwa
Di keabadian
Tuhan telah janjikan
Rumah puisi hakiki kemerdekaan
Seperti yang sering kau dengungkan
Pada setiap napas perjuangan
Cianjur 26 Juli 2022
Firman Wally
Namamu Abadi
Di buku-buku antologi
puisi terus bengalir
dari jari-jari penyair
semacam sungai ciliwung
saat musim hujan bertandang
Dari keinginanmu untuk hidup
seribu tahun lagi yang termuat
di buku antologi "Aku"
Mengartikan bahwa bersama puisi
kau tetap abadi
Di waktu yang sudah genap 100 tahun usiamu dan kau pergi meninggalkan kami besama puisi. Meninggalkan kenangan yang terus membara di ingatan
Dari Sabang sampai Merauke, namamu
yang penyair itu tetap indah penuh makna
Tetap dikenang sepanjang masa
Hila, 26 Juli 2021
. Handh Yanies
Ketika 100 Pena Bicara
Ribuan pena mengukir kata-kata puja
Menyanjung agung nama adi luhung
Tanpa pantang sebut julukanmu si binatang jalang
Bentang tak lekang digerus jaman
Berhambur bait-bait puisi gambaran jiwa yang meradang, menerjang
Giras sajak merangkum gelora juang
Tak hirau dari kumpulanmu engkau terbuang
Sejalang itu kau tetap jalang
Seratus tahun
Dalam benak kami tetap terkenang
Engkaulah Sang Pejuang
Bukan tajam senjata kauhunjamkan
Dengan goresan pena engkau merajam
Diksi - diksi mencipta jerit menembus langit
Diantara luka menganga lantang bersuara
Puisi Karawang Bekasi menjadi saksi
Gelora bakti tak 'kan mati
Seperti katamu "Aku ingin hidup seribu tahun lagi"
Namamu abadi
Handh Yanies-Malang, 26/07/2022
Hendra Sukmawan
Aku Adalah Anakmu
"aku ini binatang jalang"
tersingkir dari denyut kehidupan
meratapi sunyi
di antara gemerlapnya
dunia
aku adalah anakmu
tertimbun daun-daun gugur
menyimpan mimpi
di kaki langit
hingga ajal pun tak mau peduli
akulah suara zaman
menggema di dada perubahan
menolak
tumbang
aku tak lekang
tak bisa dikekang
meski musim mengangkang
di antara tekad
dan harapan
aku adalah anakmu
tumbal dari keserakahan
aku adalah anakmu
simbol perlawanan
meregang
hilang tanpa nama
tanpa nisan
Garut, 26 Juli 2022
Heru Patria
Aku Dengar Dunia Sedang Lapar
Aku dengar dunia sedang lapar
Rindu pada sesuatu yang benar
Sebab kebenaran yang bersinar
Secara sengaja dibuat samar
Ular-ular virtual bergerak binal
Menggiring kita masuk dunia digital
Tanpa peduli keluh kesah kaum marjinal
Yang penting pencitraan raih titik maksimal
Di antara sedu sedan para penyaksi dunia terus menjerit
Dihantam kepalsuan yang diusung kaum kapitalis berduit
Pada lorong-lorong sunyi kita dipaksa kencangkan ikat pinggang melilit
Sebab belorong imperialism belum puas mencakar langit
Mengharap keadilan sama halnya menghitung pasir pantai laut biru
Dinding-dinding tebal dan tinggi menghadang di setiap penjuru
Belum lagi lidah mampu berteriak serang dan serbu
Jeruji pengap sudah pula dilempar ke dalam kalbu
Aku dengar dunia sedang lapar sesuatu yang benar
Ketika virus teknologi dengan gampang memapar
Tubuh-tubuh kerempeng tersingkir di sudut tong sampah
Gelisah memeluk lutut menahan sumpah serapah
Pada siapa harus dititipkan pesan peduli kemanusiaan
Sedang laut dan tanah sudah diperkosa sepanjang jaman
Tiada mungkin lagi anak cucu tahu nikmatnya merangkai sajak
Keras kehidupan tak sisakan ruang bebas untuk bergerak
Di mana harus mencari secuil kebenaran yang telah usang
Ketika pintu hati yang bernama empati telah digembok
Bayi bayi mungil sudah dicekoki beragam berita sumbang
Cita-cita dan masa depan terlipat bersama tai dalam popok
Jangan tanya lagi pada tulang tulang berserakan di antara kerawang bekasi
Kumpulan binatang jalang telah tergerus aneka polusi asap industri
Tak ada keinginan untuk hidup seribu tahun lagi
Untuk bertahan hidup sehari saja sudah menguras energi
Aku dengar dunia sedang lapar tentang sesuatu yang benar
Sedang aku sendiri masih gusar sebab hati terlanjur memar
Tak ada nyali lagi tampil di podium dan berteriak lantang
Mulut terkunci jari menari lewat puisi aku meradang
Blitar, 26 Juli 2022
Iin Muthmainnah
Secarik Api Untuk Chairil
Bung....
Waktu yang telah sampai
Berlalu mengiringi darah juang yang mengalir dalam jantung pertiwi.
Tak seorangpun yang mampu merayu
Kobar api di dadamu membakar seluruh.
Sedu sedan belum terobati
Jiwa abdi
Engkau abadi dalam bait puisi.
Bung..
Binatang jalang yang katamu kumpulannya terbuang,
Dinanti merah putih untuk selalu mengibarkan.
Biar peluru yang menembus kulitmu, menembus kulitku
Dan bawalah aku meradang menerjang
Bawalah aku berlari bersama luka dan bisa
Hingga pedih perih tak lagi menganga.
Bung.....
Engkau telah hidup seribu tahun, bahkan abadi disetiap hembusan nafas merah putih
Sumenep, 26 Juli 2022
Joko Kahhar
Kuingat Sebuah Nama
Di lipatan kertas usang sebagian robek dan berlubang
Kubaca larik-larik kalimat bersajak
.....
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
(1948)
Lalu kuingat sebuah nama: Chairil Anwar
Binatang jalang dari kumpulannya terbuang
Yogyakarta, 26 Juli 2022
Lasman Simanjuntak
Sajak Pagi Hari Buat Pujangga Besar
Chairil Anwar
sungguh, sudah berminggu-minggu ini
kudendangkan larik puisimu (aku ini binatang jalang )
lalu kukunyah lagi ( dari kumpulannya aku terbuang ) dengan sepasang gigi palsu
kadang darahnya memuncrat sampai ke dalam tubuh kepenyairanku yang sering menawarkan
perabotan kelaparan dalam hunian kecemasan
sejak subuhari tadi
selalu saja engkau kabarkan puisimu (luka dan bisa kubawa berlari, berlari)
menjual matahari sampai kehilangan harga diri
pesan kata hati-
harus sering meditasi
jelang khotbah
poligami pertama di bumi ini
langit berawan masih sembunyi
di telapak kaki setengah lumpuh dini
antara karawang-bekasi jadi permata suci (hingga hilang, pedih, perih)
sepuluh hari bersama puisi
seratus hari bersama syair pagi
akan bertemukah para penyair
di negeri makin terasing ini
siang nanti
Pamulang, Selasa, 26 Juli 2022
Mimi Marvill
SIAL(AN)
Bendera perang belum berkibar
Awan masih seputih kapas
Berderak di langit biru
Saat desing peluru hianati waktu
Memaksa awan mencipta butiran hujan
Dan darah mengalir sepanjang jalan
Genderang belum berbunyi
Para pemimpi masih berlayar di laut gelap
Saat kentongan ditabuh
Tanda-tanda ditanam pada tiap hati
Hari masih lengang
Ketika sepasang kaki membawa lari kebenaran
Menguburnya diam-diam
Dan seekor anjing menatap diam
Hari masih lengang
Saat kebenaran yang dikubur
Dibawa lari anjing keliling pasar dan perkampungan
Orang-orang ramai berebut kebenaran
Dan kau berlari mencari persembunyian
Temanggung, 26 Juli 2022
Merawati May
Dari Separuh Jiwamu
pada malam
ketika gelap dipisah dari siang. titik cahaya ini adalah puisimu, chairil
dari separuh jiwamu
yang kau cairkan lewat kata-kata; kalimatnya
kupendam sebagai cinta
adakah pertemuan kita
kau tulis lewat alunan kasih
di antara lalu lalangnya
ide puisi di kamar tidurmu?
dalam pertemuan cahaya apimu: sudah berkali-kali
bara panas menggapai tungku api di dapur percintaan rama dan shinta
lalu kau sebut
cinta itu berada pada posisi
jauh di pulau. karena kata-kata semalam dekat
pada ajal; sekali berarti
sudah itu mati
maka kompleks pemakaman itu pun menahan ketakutan,
hingga cintamu bekubang pedih dan perih
Bengkulu, 26 Juli 2022
Mohammad Saroni
Untukmu Yang Tak Pernah Mati
Untukmu yang tak pernah mati
semangat tak pernah berhenti
mengalir sepanjang lintas generasi
mengingatkan hidup adalah puisi
Jangan berhenti kau melangkah
selama raga bersatu nyawa
jemari sigap menulis kata
selama itu kita ada
Hidup memang tidak abadi
tetapi kata tidak akan mati
bergerak dan terus bergerak
membangunkan watak dan akhlak
Untukmu yang tak pernah mati
waktu terus bergulir tak henti
mengisi jiwa dan hati
mengangkat nilai diri
Ini aku tidak sepertimu
kata-kata kutulis begitu saja
mungkin tidak ada arti
walau akupun ingin sepertimu
tak mati meski umurku seribu
Untukmu yang tak pernah mati
teruslah ada di antara kami
sebab negeri ini perlu arti
seperti hadirmu hari ini
walau hanya dalam puisi
Gembongan, 26 Juli 2022
Muhammad Levand
Mengenang Chairil Anwar
Mengenang Chairil Anwar
Empat persembahan mawar
Nyanyian puisi akan terdengar
Gelanggang kata tak bisa ditawar
Ekspresi menjelma imaji yang tegar
Nisan dikenang sebab karya yang besar
Aku binatang jalang menggema dan tenar
Nama menjadi tonggak, Karet menjadi kabar
Genap seratus tahun, perayaan membaca sadar
Chairil akan selalu dikenang
Hingga ke seluruh medan juang
Ada banyak cerita yang ditulis ulang
Ingatan waktu tidak akan pernah hilang
Risalah bait puisi meradang dan menerjang
Ini zaman akan terus melahirkan kata tentang
Lelaki penyair yang telah pergi; puisi umur panjang
Anwar, aku menulis
Nama belakang yang baris
Walau terdengar asing tetap kutulis
Agar sebuah nama tidak kehilangan garis
Riwayat dan puisi dirayakan; dibaca tanpa tangis
Jember, 26 Juli 2022
. Nanik Utarini
Pejuang Kebebasan
Kisahmu adalah tentang cinta yang terabaikan
Memeluk rindu diantara pendar aurora dalam kegelapan
Melentingkan simfoni jiwa seiring gulita penuh kesunyian
Kidung syahdu bernada romansa, mengalun sempurna bersama pilu yang menenggelamkan
Kisahmu adalah tentang perjuangan
Bersama gerilyawan kau menorehkan sejarah perlawanan
Menelusuri belantara kota diantara desing peluru menaklukkan lawan
Gentarmu tersingkir oleh semangat pembelaan
Kisahmu adalah tentang pemberontakan
Membentur kokohnya dinding kemapanan
Berselancar dalam maha karya mendobrak tatanan
Tak surut oleh cercaan, celaan jua penolakan
Kisahmu adalah tentang kemilau yang menakjubkan
Meski seribu aral melintang, kau tetap suarakan kebebasan
Menepi dari gelegar yang memicu pergolakan
Menguntai asa, menuju kebebasan yang penuh kegemilangan
Jambi, 26 Juli 2022
Ngakan Made Kasub Sidan
Di Manakah Seribu Tahun Lagi
Bung Chairil Anwar,
Pada perburuan “seribu tahun lagi”
Di belantara berhutan kata
Gemuruh binatang jalang bawa kerinduan purba
Meruat bumi dengan pesona diksi
Hingga ribuan pena melukis berbait-bait kisah
Bung Chairil Anwar,
Kepak sayapmu menembus langit
Menabur aksara sepanjang bentangan samudera
Gempita tak henti mengeja kata-kata
Hingga napasku mengembara tanpa senyap Memburu satu titik
Di manakah seribu tahun lagi
26 Juli 2022~
Nurhadi Maulana Saibin
Sebatang Rokok
( Buat Chairil Anwar )
Sebatang rokok
Menyala
Mengebul
Mengeluarkan asap
Terhisap ke paru-paru
Mengirim inspirasi
Menjadi kata-kata
Sebatang rokok
Mengantarmu merenung
Mengembara di kesendirian
Di kesepian yang panjang
Tanpa istirahat
Membuatmu lelah
Membuatmu ringkih
Kau ditinggal kata-kata
Sebatang rokok
Terselip di bibirmu
Abadi
Di wajahmu yang kuyu
Tanpa kata-kata
Jakarta, 022
Nurhayati
Hidup Harus Berjuang
Hiruk pikuk puisi berlari di bingkai-bingkai kisah
Orang-orang berkumpul bagaikan koloni burung pulang petang
Masing -masing membawa keinginan sekokoh kepak elang
Hari itu riuh bergemuruh
Meski nasib masih berserakan sepanjang pagi hingga petang
Tapi hidup mau panjang, terbentang hingga seribu terbilang
Dan aku datang membawa rangkaian kembang
Tanda cinta putih masih mendidih
Menjadi bagian menuju pulau, nan jauh berjarak seabad
Namun dekat semanis senyum gadis
Kukayuh inginku mengenang Ia si binatang jalang, seperti katanya
Pedih perih hilang, suka bahagia kubawa mendekat
Menyanyikan rindu biru
Mengenang keberanianmu
Merangkai kata-kata penuh cinta, penuh kobar juang
Hari ini larik-larik puisimu tetap jalang, melanglang buana hingga negeri seberang
Dan semua lebih tidak perduli bila luka, tetap menerjang meradang
Hidup harus terus berjuang
TIM, 26. 07. 2022
Prie Gurit
Jiwamu Abadi
karya: pri gurit
dalam sejengkal tanah engkau rebah
terbaring jasad se-abad
binatang jalang
namamu tetap dikenang
pejuang kata yang kini tiada
modernisasi Puisi sampai mati
menerjang semua penghalang
bagimu hidup harus berarti
biar jiwa tetap abadi.
Pekalongan,260722
Puspasari
Jejak Pena Chairil Anwar
Chairil
Engkau adalah anak kandung revolusi
Dari sebuah negeri yang tengah meronta ingin berdiri
Tak Sudi terlalu lama dalam cengkeraman serdadu bermata biru
Engkau lahir bukan berkawan bambu runcing di tangan kiri
Tidak pula bersama pedang ditangan kanan
Engkau penuhi panggilan hatimu
Meramu kata, menggerakkan pena
Gemuruh merdeka pun menuntun mu untuk berperang
Dari belakang engkau rangkum kalimat bertuah untuk saudaramu di garis depan
Engkau bukanlah abu seperti katamu
Tapi engkau adalah api
Membakar semangat bagi jiwa- jiwa yang ingin merdeka
Meski harus menjadi tulang- tulang yang berserakan seperti tulisan mu
Maka engkau jangan meminta untuk dikenang
Kini Kamilah yang akan mengenang mu sastrawan pelopor angkatan 45
Dengan syair- syair yang menggelora semangat pun luruh dalam langkah tak pernah surut
Wahai sang pelopor
Kadang engkau muncul dengan wajah sendu seperti pemungut rindu
Lembut dan menghamba, percaya pada sumpah dan cinta
Seperti pengakuanmu
Bahkan tak segan engkau mengetuk pintu Tuhan
Berharap bertemu dengan sungai yang mengalirkan susu
Dicumbu rayu ribuan bidadari
Chairil
Masihkah engkau bermimpi berjabat tangan dengan Bung Karno, Bung Hatta dan Sutan Syahrir, seperti keinginanmu
Maka bangunlah
Sentuh nisannya, agar engkau dan mereka menjadi satu zat, satu urat seperti pernyataan mu
Bukankah kerja belum selesai seperti yang kau mau
Kini sisa- sisa jejak penamu abadi
Engkau tak perlu berharap punya arti, seperti pintamu
Kamilah generasi penerus mu yang akan memberi arti
Pekanbaru 26 Juli 2022
Rissa Churria
Dada Cahaya Chairil Anwar
Kata ini bergemuruh pada puisimu
Seperti magma yang lahir di antara lahar cinta
Mengoyak dinding ketakutan
Membakar semangat juang kebangsaan
Aku merapal doa
Sembari menyusun sajak untukmu
Meski hanya seuntai fatihah
Sebaris shalawat tak bersyahwat
Yang aku tulis pada dinding langit Tuhanku
Chairil sang binatang jalang
Ada lentera diksi yang selalu menyala
Pada hati yang jalang akan aksara
Menguntai rasa di sembarang cuaca
Hingga akhir penghabisan cerita
Kau tertunduk di pintu cahaya
Jakarta, 26.07.2022
Rosyidi Aryadi
Abad Berlari Penyair Bersyair
Merekam kegelisahan dalam bingkai aksara membaca rindu meraung rasa membelah malam dalam perjalanan sunyi, menapaki hikayat bersaksi atas kesaksian penyair dalam syair pergulatan takdir bertasbih membaca peradaban dalam persembahan 100 tahun mencari berkah.
Kesetiaan menarikan tarian musim bersama memapah kegelisahan dalam purnama tak pernah membaluri dari persilangan diantara dua kutub berbeda.
Bangkit dan bergerak menapaki jalan puisi mengurai kepekaan jiwa sambil.menyimak pertobatan nasuha.
Perjalanan penuh liku luka semesta berpagar niat berbagi kata sembari meratapi jati diri.
Palangkaraya, 26 Juli 2022
S. Ratman Suras
Janturanku
aku ingin berdiri di pucuk gegunung
merenungi hijau pepohonan, hutan-hutan
pakis, lumut, belukar liar, kembang-kembang sangga langit, warawiribang, jarongan, puyengan, gelagah, alang-alang, putri malu, ciplukan, cimongkak, burus, kecombrang, gendhot, krema, krokot, godhong kelor, wewean, semanggen, sidagori, ceplok piring, dan bunga pukul empat sore, bocor bebek, tiba urip, budin mendemi, munthul, betiti gedhang awak, gebrot, gembili, uwi, gadhung melengkung, ngisor Papringan
suweg, katibubuk, pring petung wulung,
pala gumantung, pala kependhem
tanpa rasa sakit
tanpa rasa takut
semua berjalan dengan pikiran merdeka gunung-gunung tetap biru jika jauh diriku
tetap hijau membuatku tak kacau
pikiranku bening cemerlang
tersapu pandang putih kapas
sekawanan embun bersimpuh pada pepucuk rerumputan tepi jalan
akan tersapu senyap
jika matahari meninggi
tengah malam ia datang lagi bersama kabut
bersama angin
bersamaku semadi di pucuk
pokok randu tertinggi
terpacak menua di tengah bunenan
sawah suragedhena, walau sepetak pun
tak punya cuma bisa menikmati lumpur pematang basah yang lunyu
tak ada lagi kepodang, kutilang, bubut, cucuk urang, trenggiling, nggarangan, yuyu beton, kutuk, boso, pritgantil, prenjak semua sudah dikeringkan
di pajang di etalase toserba desa yang bergincu kota
aku tak lagi mengenalmu
katanya waktu bocah umbelen, thetheren, mataku belekan, sikilku busik, awakku panu, kadas-kudis, kurang sega, madang gaber, gering aking sega jrangking
duh aku asing sendiri
tak bisa jadi menungsa
kur bisa nguda rasa
angen-angen manjat nggunung
terkapar nang telaga
aku menghindari panggilan yang menggema dari lembah
dedemit yang menikmati
keindahan luweng gua
garba dunia
Aku bingung linglung
kepenthung-penthung
aduh biyung!
aku kehilangan peta
aku kehilangan desa
desa dicaplok denawa
kutuk Sabdo Palon Noyo Genggong
Lima ratus tahun kemudian
tanah Jawa berselempang aspal beton
sawah ladang menjelma tol
Merak- Banyuwangi
tak perlu laju berhari-hari
ganti untung tak ada lagi ganti rugi
masihkah puisi-puisi sunyi ini
berdegup di jantung hati?
Tanjung Anom 26722
Sartikah
Rrembulan di Atas Kanvas
Aku bergeming di rimbunnya sepi
Berpikir sepertimu tentang nyiur
Yang berbisik kepada angin tentang
Kehangatan pelukan matahari pagi
Menerobos lautan sunyi jiwaku
Apa yang kau katakan tentang buih di lautan
Yang kandas di batu karang
Namun mereka kembali dan kembali
Menerjang halang rintang sampai buihnya meresap di pasir pantai yang berdesis
Dan burung camar terbang rendah
Membawa kabar tentang luka bernanah
Serta tulang tulang berserakan
Sisa torehan panah kemarin malam
membuat dirimu terbuang jatuh di palung paling rahasia
Lalu kau bercerita tentang bayangan rembulan
Yang mengangkang dilautan rindu
Aku terpesona dengan indahnya
Namun bayangan rembulan itu pudar
Ketika gelombang pasang datang menerjang
Aku sendiri di sini
Di dermaga tua lautan cintaku
Memandang wajah purnama di wajahmu
Yang redup terhalang mega mega kelabu
Namun rembulan di atas kanvas batinku tetap bersinar memerah seperti darah di lukaku
Dan aku pun dikoyak sepi seperti dirimu
Garut 26 07 2022
Syaefur Rochman
Kami Anak Aksaramu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh (DOA)
Larikmu dalam doa
'Tuk mengingat-Nya dengan sungguh-sungguh
Dalam merenda aksara
Curahkan, bahwa aksara milikNya
Ingatlah Dia dengan sungguh
Katakanlah
Kami hanyalah pena-pena berjalan 'tuk ungkap kebesaranMu
Bersama tinta keringat yang bercucur dari bentuk yang berakhir tanpa bentuk
Pesanmu kepada kami
Jadilah pena jati diri
Jadilah pena keabadian
Jadilah pena kebesaran
Jadilah pena pelayanan
Jadilah pena penghambaan
Kata kami merenungi permintaanmu
Kami adalah anak aksaramu
Jombang, 26 Juli 2022
Syam Bogang Kelana
Antara Binatang Jalang dan Karawang Bekasi
Engkaulah yang terkenang sampai saat ini
Binatang jalang Karawang Bekasi
Aksaramu adalah pisau berpeluru
Merobek cakrawala
Abjad abjad meledak bebas berhamburan
Antara asamara cinta idealisme anak negeri untuk bangsamu, membakar semangat berkobar dengan bara yang selalu membara
Kaulah pahlawan yang dikenang
Jejakmu masih hidup sampai kini
Empat lima hingga seribu tahun inginmu hidup ternyata abadi
Melegenda di antara guratan pena
Diksimu terselip pada jiwa pujangga
Merdeka dalam beraksara
100 tahun mengenang keabadianmu
Sidoarjo mengenang, 26.07.2022
Tarni Kasanpawiro
Jika Boleh Aku Bicara
aku ingin merdeka
dari belenggu rasa yang menyiksa
ketika rambut kehilangan mahkota
mata yang indah kehilangan binarnya
bibir yang manis lupa caranya menyapa
senyum yang katanya sedekah
kini telah terlapisi burka
hidup yang hanya sementara
terpenjara ribuan jeruji kata-kata
siang dan malam dibayang-bayangi dosa
ancaman siksa turut merusak suasana
suara yang merdu tarian yang indah
pun tak luput diberinya garis merah
lengkapi daftar buku para pemujanya
pelangi yang indah kehilangan warna
hanya hitam yang mendominasi semua
di mana bisa kutemukan bukumu bunda
habis gelap terbitlah terang yang mendunia
kini lihatlah rumah kita dipenuhi hitam pekat
tak ada lagi senyum ceria di bawah purnama
dan juga nyanyian bocah tertawa renyah
terselip sudah di lipatan buku-buku purba
yang konon katanya, tanpa mereka
dunia akan kiamat, segera
Cibitung, 26 Juli 2022
Thomas Sutasman
Chairil Anwar Tak Henti
Chairil
terkesiap dalam malam
dan berlari
menerjang
terjang
untuk hidup
tidak tinggal
sembilan ratus tahun lagi.
Cilacap, 26 Juli 2022
Wahyuni Omega
Jambi Karawang
Bentang waktu memisahkan kita
Kau bersinar
Kilaumu membenamkan diksiku
Meretas khayalku tentang senyap yang kau coba nilmati
Pekikmu menorehkan gelegar semangat
Meranumkan seluruh imajinasi
Jambi tempat kuberpijak
Karawang tempatmu bersemayam
Jambi Karawang, akankah dedoaku usir sunyimu?
Jambi Karawang, setangkai puisi kupersembahkan untukmu
Hirup aroma rinduku
Nikmati manis aksaraku
Agar seribu tahun lagi kita bertemu dalam sajak manis
Jambi, 26 Juli 2022
Wawan Hamzah Arfan
Kepada Chairil Anwar
kau bilang dirimu binatang jalang
aku hanya tumbuhan ilalang
hidup liar dalam kubangan
tanah tak bertuan
aku tak perlu berlari
mengejar hidup hari ini
imajiku masih punya sensasi
tak peduli jiwaku lapar
jantungku berdebar
rasaku bergetar samar-samar
aku tetap tegar
baca puisi tanpa mimbar
sesuka hatiku sesumbar
sebatas usiaku yang tersisa
kumau hidup penuh warna
di antara ambisi
spekulasi
manipulasi
dan tragedi alam tanpa prediksi
Cirebon, 26 Juli 2022
Yayat Priatna
Aku dan Waktuku
Jangan sampai kehabisan kuota
Sebelum malam tiba di ujung kornea
Dari mata beningmu
Aku kehilangan waktu
Terbuang
Hilang dari cinta sepotong roti
Dalam pelukan dini hari
Pada jeruji besi
Terkoyak-koyak Waktu
Aku mendulang sepi
Kuotaku habis.
Bip.
Padam
Seperti cintamu.
Ciputat, 26 Juli 2022