Perjalanan Berkarat, Nominasi Buku Sastra Nasional 2024

Perjalanan Berkarat, masuk dalam Nominasi Buku Sastra Terbaik 2024 Versi Lumbung Puisi.
Membaca puisi-puisi Wawan Hamzah Arfan cukup singkat dan pendek-pendek. Sebetulnya tidaklah demikian. Ada sesuatu yang runtut dalam puisi-puisinya yang justru dibuat dalam perjalanan kepenyairannya.
Ia mencatat demikian rajin dalam perjalanannya itu. Puisi-puisi yang seakan bersambung. Ibarat catatan peristiwa yang terjadi dalam dirinya terrekam dalam dalam perjalanan itu.
Sangat beralasan jika antologi ini merupakan Perjalanan Berkarat. Dalam pengertian bebas merupakan catatan-catatan yang menahun.
Sebelum kita simak puisi-puisi itu ada baiknya kita tinjau beberapa puisi agar pembaca memahami sebuah runtut puisi perjalanan dari tahun-ketahun yang bersambung ini.
Wawan Hamzah Arfan adalah kelahiran Cirebon, 8 Juni 1963. Di sebuah kota di Pantura Jawa Barat yang memiliki budaya khas dan karakter masyarakat pantura. Kesehariannya adalah orang yang dekat dengan dunia Pendidikan dan tulis menulis. Demikian awal perjalanan itu kita mulai dari sebuah puisi berjudul PERJALANAN yang ditulisnya pada tahun 1986.
//sejenak aku menatap jam dinding
jantungku berdetak
mengiringi tik tak jarum jam
berputar-putar
melewati angka satu sampai dua belas
melangkahi satu per satu hati
yang tertinggal kemarin
merebus perjalananku.//
Puisi yang berisi sebait ini tampak padat . Bahwa hidup di dunia itu diukur waktu. Hidup ini seperti melangkahi satu persatu hati yang tertinggal kemarin , merebus perjalanannya. Puisi pendek yang kaya makna dan mengingatkan kita bahwa selama ada detak jantung di dada selama itu juga hidup diukur waktu.
Ditahu 1988 Wawan pun menulis PERJALANAN DUSTA. Sebuah puisi yang mengutarakan kejujuran dalam hidup ini. Bahwa kita juga kadang mengikuti perjalanan dusta. Sebuah pengalaman yang mua tidak mau mesti terjadi. Berikut cuplikannya:
//…/perjalanan ini
tak terbilang panjangnya
terbentang
antara bayangan langit dan bumi
darah dan peluh mengucur
di setiap jengkal harapan
yang terluka
menggaris dusta-dusta
yang tak terbaca.//
Demikian kehidupan pada sisi profesi apa pun kedustaan tak terhindarkan. Bahkan kita sulit mengingat dusta atau menghitung dusta atau mengira-ngira apakah dusta atau hanyhalah sebuah perasaan dari seorang yang betul betul memiliki karifan seperti dikatakan Eka Budianta terhadap antologi ini.
Hidup adalah sejarah siapa membuka sejarah akan membaca perjalanan meski perjalanan itu sudah berkarat. Dalam puisinya berjudul PERJALANAN BERKARAT Wawan Hamzah Arfan menegaskan perjalanan itu, bahwa manusia berada dalam perhitungan waktu. Pilihan kata yang manis tampak dalam puisi ini. Kila lihat :
//…/sendiri aku melebur waktu
pada ruang tak bernyawa
pada jam bicara
yang selalu memperhitungkan suara
bualan-bualan surat kabar hari ini
haruskah kubentangkan jarum jam
pada langkahku?//
Puisi-puisi Perjalanan berikutnya tampak memberi jelas catatan-catanan dalam perjalanan itu. Seperti PERJALANAN PENGEMBARA sebuah puisi pendek yang sangat manis untukl dinikmati:
//ketika matahari jatuh di ubun-ubun
jalanan aspal meleleh
lengket di kakiku
yang mengembara di cakrawala
penuh gincu
mengarat dalam jejakmu.//
Kemudia Wawan Hamzah Arfan pun memberi perlambang kehidupan dalam puisi-puisinya seperti
PERJALANAN MATAHARI dan puisi PERJALANAN CAHAYA
Ia mencatat bahwa Matahari dan Cahaya adalah saksi perjalanan itu. Bahwa orbitnya dan cahaya itu tak lain adalah menuinjukan bahwa perjalanan itu tlah ada yang mengatur.
//…/Tuhan,
aku masih berjalan dengan tongkatMu
sebagai pejalan kaki
mengikuti jejak nabiMu.//
Pada JALAN PANJANG ia menceritakan liku perjalanan hingga KUBANGUN ARUS DERASNYA KEHIDUPAN
//./jalan panjang yang kubentangkan
menggelinding dalam peluh
menyatu dengan asap dan debu//
Di puisi yang lain tampak petikan kata yang sungguh menyentuh hati :
//…/barangkali inilah kenyataan yang kubangun
di antara buih-buih yang berserakan
dari arus derasnya kehidupan.//
Akhirnya Wawan Hamzah Arfan pun menyadari bahwa
Perjalanan-perjalanan itu hanyalah puisi yang memiliki makna warna-warni bagi setiap pembacanya.
DALAM PUING-PUING RASA
//…/dan atas nama segala suasana
yang menari
di atas lembaran peristiwa
kubiarkan hasratku terdampar
dalam semak belukar
asalkan puisi-puisiku
masih bisa berbagi sepi
di setiap musim.//
Itulah Perjalanan Berkarat sebuah antologi yang merupakan wisata Historis penyair yang patut kita ketahui sebagai pembanding diri. Namun Harus diingat bahwa semuanya adalah pusi , ya hanya puisi:
HANYA PUISI
//…/jika aku suka bikin puisi
hanya sebatas menyiasati mimpi
yang sering jadi teka-teki
sebuah misteri kemungkinan
namun bagiku mimpi itu puisi
yang bisa dinikmati
sambil minum kopi
dan makan sepotong roti
imajinasi yang penuh sensasi.//
Demikian Perjalanan Berkarat, karya Wawan Hamzah Arfan penyair yang puisi-puisinya ramai dibicarakan di tahun-tahun 80-90-an di media koran-koran Indonesia pada saat itu.
Selamat!
(Rg Bagus Warsono, kurator utama di Lumbung Puisi.)