Peran Komunitas Sastra di Daerah
Peran Komunitas Sastra di Daerah
Saat berkunjung ke Taman Bacaan Ibnu Hajar di desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang; saya dihadiahi kumpulan puisi Sega Pecel yang diterbitkan oleh Komunitas Lintang Panjer. Kumpulan puisi berbahasa daerah Jawa tersebut hasil karya para petani di desa Sirahan.
Kehadiran kumpulan puisi tersebut tentunya sebagai salah satu penanda peran komunitas sastra berkaitan dengan revitalisasi bahasa daerah Jawa serta penguatan dan pemberdayaan bahasa dan sastra dalam tradisinya. Petani mulai mengenal sastra dan menuliskannya dalam bentuk puisi (geguritan, Jawa) adalah salah satu upaya mengusung nilai-nilai keindahan yang menjadikan kehidupan lebih bermakna.
Pada kenyataannya terbukti bahwa sastra mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakatnya. Penerbitan kumpulan puisi Sega Pecel oleh Komunitas Lintang Panjer menjadikan bahasa daerah Jawa menjadi identitas dan jati diri sebagai alat ungkap para petani (dan sastrawan) untuk berkreasi. Penerbitan tersebut membuktikan kekayaan dan keragaman bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 746 bahasa.
Peran komunitas-komunitas sastra tumbuh di berbagai daerah dan memperkuat warna kedaerahan dan keIndonesiaan. Komunitas sastra makin bertambah setelah sebelumnya kita mengenal Forum Lingkar Pena (FLP), Komunitas Sastra Indonesia (KSI), Wanita Penulis Indonesia (WPI), Ziarah Kesenian (ZK) Indonesia yang menginduk pada komunitas Ziarah Karyawan (ZK) yang berpusat di Malaysia, dan sebagainya.
Di daerah muncul pula komunitas Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia di Indramayu dan komunitas tersebut belum lama ini bahkan mampu memberikan penghargaan Sastratama Anugerah Sastrawan Utama Indonesia yang diberikan kepada 97 penyair Indonesia dari berbagai daerah. Peran komunitas melalui pendokumentasian dan penghargaan ini sekaligus menumbuhkan minat baca pada masyarakat dan mendekatkan sastra kepada masyarakatnya.
“Di sinilah kita mulai melihat bahwa pendokumentasian pun semakin dibutuhkan agar sejarah sastra Indonesia memiliki tanggung jawab pada generasi mendatang,” tegas Rg Bagus Warsono, pengelola Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia.
Dengan sekadar contoh di atas maka Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa diharapkan dapat turut memfasilitasi keberadaan komunitas sastra, terutama komunitas sastra yang berada di daerah. Pengembangan sastra daerah melalui peran komunitas sastra diharapkan mampu mendukung dan mempertegas kepribadian suku bangsa, meneguhkan jati diri kedaerahan masing-masing dan mampu mengembangkan budaya daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan kesadarannya sendiri komunitas sastra di daerah setidaknya berusaha melakukan pembinaan sastra untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra daerah. Penerbitan kumpulan puisi Sega Pecel setidaknya dapat menjadi contoh peran komunitas Lintang Panjer dalam meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal ini para petani untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sastra daerah.
Peran komunitas sastra di daerah selanjutnya dapat dilakukan melalui pelatihan sastra secara bertahap, penyediaan fasilitas untuk menyajikan karya sastra tersebut dalam bentuk pembacaan puisi dan penerbitan kumpulan puisi. Pemanfaatan perkembangan teknologi informasi pun perlu dilakukan oleh komunitas sastra di derah sehingga sastra daerah semakin dikenal luas. Semua akhirnya kembali pada kesadaran bahwa Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang dibentuk dari keragaman etnik, keragaman budaya, dan keragaman bahasa. (Bambang Widiatmoko, Presiden Ziarah Kesenian (ZK) Jakarta).