Merayakan 100 th Chairil Anwar
Merayakan 100 th Chairil Anwar
Sastrawan Indonesia dengan perbedaannya berpendapat selalu tampak ada kesamaan dalam nafas karya-karyanya, yaitu jiwa nasionalisme dan cinta Tanah Air.
Seperti Anda turut serta memperingati 100 tahun Chairil Anwar. Karena Anda mempelajari karya-karya Chairil Anwar yg mencatat jiwa perjuangan bangsa ini.
Kebanggaan juga terlihat padamu, sebagai penerus jiwa Chairil Anwar itu.
Sebagai sastrawan yang menjaga Republik ini Negara Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945 serta terus bersemangat memperingati 17 Agustus sebagai Hari Proklamasi Bangsa ini.
Namun betapa menyesal aku terlanjur berteman dengan salah satu yang katanya penyair, pintar, cerdas dan mewarisi semangat pendahulunya seperti Chairil Anwar, Amir Hamzah, Muhammad Yamin dan menyebut juga beberapa nama Angkatan 66 hingga pasca 66. Teman yang dinanti karyanya. Tetapi dia ternyata samasekali tidak mewarisi semua itu. Yang katanya berjuang itu ternyata kontra dengan semangat Chairil Anwar. Dalam benaknya telah kotor oleh harapan2 yang meracuni jiwanya. Dalam benaknya ia ber-cita2 merubah Republik ini dengan sistem pemerintahan yg diyakininya. Dan seketika itu juga tidak! Kau adalah musuhku!
Merayakan 100 th Chairil Anwar, membuat iri Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yg dikenal WS Rendra, pasalnya jumlah puisi yg ditulis lebih banyak WS Rendra, tentang buku-bukunya olehku dibukukan menjadi Selemari Karya WS Rendra. Dan Rendra termasuk sastrawan angkatan 66 yang sangat produktif menulis puisi disamping naskah drama. Puisi-puisi Rendra pun tak kalah apiknya. Beberapa puisinya banyak dihafalkan anak anak muda. Rendra pada masa hidupnya berbeda seratus derajat dibanding Chairil. Rendra bukan kumpulan terbuang tetapi justru penyair terhormat dan memiliki kharismatik tinggi. Rendra tidak kesulitan makan, bukan pula binatang jalang. Meski karyanya bicara tentang WTS, Rendra jauh dari dunia remang-remang. Banyak bicara ketimpangan sosial, ketidak adilan dan kemerdekaan berpolitik. Jika hendak dipanuti, kita lebih menilih seperti Rendra. (rg bagus warsono)