Mengenal Sastrawan Indonesia, Soeman Hs
***Soeman Hasiboean ***(EYD: Suman Hasibuan; 4 April 1904 – 8 Mei 1999), atau lebih dikenal dengan nama pena Soeman Hs, adalah seorang pengarang Indonesia yang dikenal sebagai pelopor penulisan cerpen dan fiksi detektif dalam sastra negara tersebut. Lahir di Bengkalis, Riau, Indonesia (dulu Hindia Belanda) dari keluarga petani, Soeman belajar untuk menjadi guru dibawah bimbingan pengarang yang lebih senior darinya Mohammad Kasim, seorang penulis.
Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Melayu setelah menyelesaikan sekolah formal pada tahun 1923 yang pada mulanya di Siak Sri Indrapura, Riau, kemudian di Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Pada waktu itu, ia mulai menulis dan berhasil menyelesaikan karya pertamanya, yakni novel berjudul Kasih Tak Terlarai, pada 1929. Selama dua belas tahun, ia telah menerbitkan 5 (lima) buah novel, satu kumpulan cerita pendek, dan 35 cerita pendek serta puisi.
Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda (1942–1945) dan kemudian revolusi, Soeman -meskipun ia tetap seorang guru- juga aktif dalam politik. Pada awalnya menjabat sebagai anggota dewan perwakilan dan sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian di Pekanbaru.
Setelah pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada 1949, Soeman menjadi kepala Departemen Pendidikan Provinsi Riau, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan Universitas Islam Riau (UIR). Ia masih aktif dalam pendidikan hingga kematiannya. Selain menjadi dosen dia juga pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) yang merupakan badan pengelola (UIR) dan beberapa SLTP serta SLTA di Pekanbaru.
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan suspens dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan petualangan barat serta sastra Melayu klasik.
Karya tulis berbahasa Melayu buatannya, dengan pengucapan dipengaruhi oleh latar belakang dialek Sumatra Tengah, mudah dibaca dan terhindar dari hal yang berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan (1932), sementara kumpulan cerita pendek Kawan Bergeloet (1941) dianggap karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra.
Meskipun dianggap pengarang kecil dari periode Poedjangga Baroe, Soeman pada akhirnya mendapat pengakuan dari Pemerintah Provinsi Riau. Namanya diabadikan sebagai nama sebuah perpustakaan daerah Provinsi Riau, di Pekanbaru. Bahkan buku-buku karangannya digunakan di sejumlah sekolah di Indonesia.
Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya. Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi Melayu, ia memakai nama pena Soeman Hs.
Soeman Hs menyerahkan novel pertamanya, Kasih Tak Terlarai, kepada penerbit negeri Balai Pustaka. Buku tersebut mengisahkan cerita seorang yatim piatu, si Taram, yang kawin lari dengan Sitti Nurhaida, kekasihnya, namun kemudian harus menikahinya kembali setelah sang kekasih kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929. Soeman meraih uang sejumlah 37 gulden dari penerbitan tersebut.
Pertjobaan Setia (edisi 1955)
Karya tersebut disusul oleh Pertjobaan Setia pada 1931, sebuah novel mengisahkan seorang pria muda bernama Sjamsoeddin yang ingin naik haji sebelum ia dapat menikahi Hajjah Salwiah, seorang putri pedagang kaya. Ketika Sjamsoeddin pulang dari perjalanannya, ia mendapat sebuah bencana dan kemudian ditipu oleh seorang pria yang menginginkan Salwiah. Namun, teman Sjamsoeddin yang bernama Djamin menolong Sjamsoeddin untuk menikahi Salwiah.
Pada tahun berikutnya, dua terjemahan novel Soeman diterbitkan oleh Balai Pustaka; Kasih Tak Terlarai diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dengan judul Asih tan Kena Pisah oleh Soehardja, sementara Pertjobaan Setia diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda dengan judul Tjotjoba oleh Martaperdana.
Soeman menerbitkan novel lainnya, Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan, pada 1932. Novel tersebut berkisah tentang Sir Joon, seorang pria yang lamarannya terhadap Nona ditolak setelah ayah Nona, Dago si tukang ransum, ditawari mahar yang lebih tinggi oleh laki-laki lain, si Tairoo. Meskipun telah ditolak Dago, ketika menyadari bahwa Nona telah diculik, Sir Joon menawarkan bantuannya untuk membantu mencarinya. Ia lalu membangun ketidakpercayaan antara Dago dan Tairoo, calon suami Nona. Dalam kemelut situasi yang terjadi setelah itu, Sir Joon diam-diam meninggalkan desa bersama dengan Nona, dan pasangan tersebut kemudian hidup bahagia di Singapura. Untuk novel tersebut, yang lagi-lagi diterbitkan oleh Balai Pustaka, Soeman meraih 75 gulden.
Pada dekade-dekade berikutnya, novelMentjahari Pentjoeri Anak Perawan tersebut menjadi publikasi paling populer buatannya, dan karya tersebut diidentifikasi sebagai novel detektif pertama dalam kanon sastra Indonesia.
Antara 1932 dan 1938, Soeman menerbitkan dua novel berikutnya, Kasih Tersesat (diserialisasikan dalam Pandji Poestaka pada 1932) dan Teboesan Darah (diterbitkan dalam Doenia Pengalaman pada 1939).
Novel Teboesan Darah menandai kembalinya Sir Joon, yang muncul dalam beberapa cerita detektif lainnya karya pengarang lainnya.
Soeman juga menerbitkan 35 cerita pendek dan puisi, yang sebagian besar terdapat di majalah Pandji Poestaka namun juga di Pedoman Masjarakat dan Poedjangga Baroe. Tujuh cerita Pandji Poestaka karya Soeman dikompilasikan dalam Kawan Bergeloet, bersama dengan lima cerita asli. Dengan kumpulan cerita pendek tersebut, yang diterbitkan pada 1941, Soeman menjadi salah satu penulis cerita pendek pertama dalam kanon sastra Indonesia.
Karya-karya Soeman sering kali digunakan untuk mengajarkan sastra untuk murid-murid SMP dan SMA, utamanya di Riau, dimana pada 1970an, karya-karya tersebut didistribusikan oleh pemerintah provinsi. Salah satu cerita pendek Soeman, "Papan Reklame", masuk dalam sebuah bacaan terbitan Cornell University Press untuk murid-murid asal Indonesia, dan HB Jassin memasukkan salah satu puisi Soeman, "Iman", dalam antologi Pudjangga Baroe (1963). Pada 1993, Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan diadaptasi ke dalam sebuah serial televisi buatan August Melasz.
Sampai akhir hayat Soeman, buku-bukunya hanya sedikit diterbitkan ulang dan dibicarakan, dan sebuah profil 2014 buatan Pusat Tanjungpinang untuk Penyajian Nilai-Nilai Kebudayaan menyebut Soeman sebagai seorang pengajar dan penulis yang terlupakan. Namun, karya-karya Soeman masih diantologikan, dan pada 2008, Perpustakaan Soeman HS di Pekanbaru dinamakan dengan namanya. Rancangannya mengingatkan pada alas baca al-Qur'an dan merefleksikan budaya Islam Melayu, perpustakaan berdinding kaca dan enam lantai tersebut dioperasikan olen pemerintah Riau. Pada 2010, Yayasan Sagang secara anumerta menganugerahkan Soeman dengan Penghargaan Sagang Kencana untuk jasa-jasanya dalam menyajikan budaya Melayu.