Mataheru Mata Kaki Heru Mugiarso

Mataheru Mata Kaki Heru Mugiarso

Demikian penyair tak henti menulis. Kemana kaki melangkah berhenti di selembar kertas puisi. Itulah catatan perjalanan seorang penyair. Banyak sudah jeli mata memandang alam dan situasinya, budaya dan pelakunya hingga penuh catatan perjalanan diri semakin jauh semakin kaya lebar lembar puisi seperti Mataheru, antologi yang menghimpun puisi puisi dari mata bathinnya.
Maka terlihat dalam antologi itu catatan sosok yang ditemuinya, alam yang dilihatnya, dan tragedi yang disaksikannya. Sebuah Antologi bagus yang patut diapresiasi semua.
Mari kita lihat penggalan puisi di Mataheru:

Semarang Dalam Bingkai Sajak
*
//Kuintip zaman lewat keluhmu gedung-gedung tua yang lelah
Namun terpaksa harus tetap hagah
Kerna tanpa hadirmu
Tak ada lagi terdengar kota yang nostalgia dan indah/

/... /

/Kubayangkan Nederland kecil mengapung
Perahu kecil melintas syahdu
Di bawah jembatan mberok/*

/Jika malam tiba, menyusuri lorong-lorong kota lama
Muram lampu dan bayangan gedung tua seakan membawaku
Jauh keluar negeri katulistiwa
Aku terdampar di sela Gugus oase
Ketika Semarang semakin jumawa
Dengan seringai megapolitan yang kiangarang//

Dari penggalan puisi di atas tampak Heru Mugiarso melalui Mataheru pandai merasai tempat (Semarang) sehingga puisi di atas menjadi minat apresiasi pembacanya, karena bukan hanya cerita tetapi cukup untuk merenung bagi warganya. Sebuah puisi apik.
(Rg Bagus Warsono)