Ketajaman Mata Penyair, Di Pelataran Senja Sri Sunarti
Ketajaman Mata Penyair
Potret kemanusiaan sesuatu yang banyak disorot oleh penyair. Kepedulian akan kemanusiaan ditulis sebagai wujud pembelaan sekaligus berada di pihak yang tindas, teraniaya, terkorban, terdampak dan terimbas. Meski lewat puisi sebagai bukti sumbangsihnya untuk bangsa dari penyair agar bangsa ini semakin baik.
Tetapi potret yang dikhabarkan itu tak menyentuh oleh pembaca. Jika tak terbaca oleh masyarakat apalagi oleh yang pemangku kepentingan . Sehingga pesan puisi itu hilang ditelan waktu. Ini kara puisi yang disampaikan tidak mendapat apresiasi yang tinggi karena tidak tepat membidik.
Namun dalam Sastratama itu ungkapan penyair lewat puisi yang tidak tepat membidik ditepis oleh hadirnya penyair Sri Sunarti Poetry Di Pelataran Senja. Nalurinya pandai membidik apa yang dilihat dan dirasakannya. Yaitu sesuatu yang belum pernah diketengahkan orang lain, padahal sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Sehingga lahirlah puisi sebagai sarana suara penyampaian.
Kejelian penyair dalam membidik tragedi itu ditangkap oleh Sri Sunarti Di Pelataran Senja sebuah Antologi indah yang menarik.
Ia menceritakan bagaimana harapan anak2 gelandangan yang juga memiliki haknya untuk menatap masa depan, berikut sepenggal Bait puisinya:
Asa Anak-anak Rumah Singgah
//Selisik angin menerpa daun jambu.
Dahannya menggekayut menyentuh bumi.
Sementara anak-anak bertelanjang kaki.
Berlarian di Pelataran senja.
Tertawa lepas di deraian rintik hujan.
Menunda asa yang kian membara.
Untuk menggapai cita yang belum tertata.
Di ongkos kehidupannya.
Di tempat ia tinggal./... //
Dari puisi tersebut nominasi ini tentunya dibuktikan dengan mendasar. (rg bagus warsono)