Jalan Tak Berumah, masuk nominasi Buku Sastra Nasional terbaik berkat puisi-puisi dalam buku ini yang mengangkat tentang rumah. Bagaimana penyair menulis puisi begitu tekun tentang rumah, ya tentang rumsh kita tempat tinggal kita. Perenungan dan pengambilan masalah untuk diketengahkan dalam puisi, apalagi setebal buku, sungguh sesuatu yang unik. Mengutip pengantarnya "Rumah gadang bari bapintu, nak tarung jalan kehalaman, jikak dikampai saleba buku, kalau dikambang saleba alam" (Rumah gadang beri pintu, supaya terang jalan kehalaman, dihamparkan selebar buku, kalau dikembangkan selebar alam) demikian ternyata rumah kita tempat menatap dunia. Penyair yang mengajak memanfaatkan rumah sendiri sebagai tempat atau sumber rencana dunia. Karena itu puisi-puisi di buku ini semuanya adalah pintu pembuka menatap dunia. Jalan Tak Berumah yang menghadirkan puisi puisi "jalan" sesuatu yang baru dan belum pernah dihadirkan secara penuh oleh pujangga-pujangga sebelumnya. Demikian Bambang Widiatmoko, penyair penulis buku ini memaparkan dalam puisi-puisi yang bernas dan syarat terawang angan.
Mari kita lihat salah satu puisinya:
Jalan Bintang
//Aku merasa kecil dikepung galaksi
Meski hanya tiruan di planetarium Taman Ismail Marzuki
Namun permainan cahaya lampu
Mengingatkan hakan akhir yang sjan kutuju/
/Betapa kecil dibawah permainan cahaya lampu
Tentu jaih lebih kecil di bawah terang cshaya Mu.
Di planetarium seolah aku terbang jauh
Tanpa pernah sekali pun tersentuh atau jatuh//.
Demikuan puisi Bambang Widuatmoko dalam Jalan Tak Berumah yang menguatkan bukunininmasuk nominasi terbaik yang didukung jalan-jalan lain seoerti Jalan Pulang, Jalan Terang, Jalan Harap , Jalan Kembali dan lain-lain .
Jalan Tak Berumah tang diterbitkan Yayasan Leksika, Bogor ini layak sebagai bacaan sastra yang tidak saja memiliki nilai sastra tetapi juga manfaat bahwa: rumah, pintu, jalan di sekitar kita adalah inspirasi untuk menatap dunia yang penuh tantangan.
Selamat! untuk Jalan Tak Berumah.
(Rg Bagus Warsono, kurator utama di Lumbung Puisi).