Ijazah Oleh Rg Bagus Warsono

Ijazah
Oleh Rg Bagus Warsono

Hollandsch-Inlandsche School (HIS) mula pendidikan resmi dilaksanakan Pemerintah Hindia Belanda (Nusantara) yang diberikan pada rakyat Indonesia adalah sekolah jenjang dasar yang sangat bergengsi kala itu. Meski jenjang dasar, kualitas pendidikan kala itu mungkin sama dengan SMA sekarang. Berangsur kemudian HIS pun di susul dengan jenjang lebih tinggi luas yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan kemudian Algemene Middelbare School (AMS).
Tamat HIS saja sudah dipastikan ia bukan rakyat biasa sebab meski Inlander tapi kebanyakan yang sekolah di situ anak orang mampu, keluarga ningrat, atau pegawai negri yang bekerja di pemerintah Belanda atau pegawai di perusahaan milik belanda. Kenapa sebab meski gratis sekolah di masa pemerintahan Hindia Belanda dan banyak Beasiswa, tetapi Belanda pilih-pilih orang.
Tentu saja pemilik Ijazah HIS walau tingkat dasar kala itu merasa bangga. Sebab sudah dipastikan yang lulus bisa berbahasa Nasional Hindia Belanda sehingga merupakan alat komunikasi yang baik dengan pemerintah. Maka jangan heran bila tamatan HIS banyak bekerja sebagai pegawai negeri, karyawan perusahaan perkebunan, PJKA, hingga Guru Bantu.
Kemudian Pemerintah Hindia belanda pun membuka Sekolah Ongko Loro sebutan Sekolah Rakyat yang hanya sampai kelas 2 jika di HIS. Dan bukan main hebatnya meski Sekolah Rakyat lulusannya pun dipakai dimana-mana seperti sebagai pegawai rendahan atau pamong desa. Demikian Ijazah sungguh dihargai dan menjadi kebanggaan pemiliknya kala itu.
Kebanggaan memiliki ijazah dikarenakan kualitas pendidikan yang terjamin dan lebih penting lagi adalah perjuangan menempuh pendidikan itu.
"Menempuh pendidikan" kata yang sering diucapkan oleh masyarakat. Kata menempuh memberi tahu bahwa sesuatu (ijazah) itu harus diperoleh dengan susah payah . Tak sedikit tenaga dan pikiran serta waktu untuk mendapatkannya. Bahkan menempuh pendidikan itu tak sedikit harta benda dikeluarkan.
Bukan tidak mungkin banyak kegagalan dalam memperoleh ijazah itu. Dari mulai kesabaran waktu yang panjang mendapatjannya. Biaya yang besar yang dikeluarkan orang tua dan mungkin juga karena "otaknya tidak mampu" untuk berhasil dalam ujian akhir untuk mendapatkan ijazah itu.
Namun demikian berkat keuletan dan kesabaran juga perjuangan yang gigih banyak kalangan rakyat biasa yang menempuh pendidikan tinggi. Ijazah akhirnya menjadi tolok ukur seseorang bahkan penghormatan dari masyarakat.
Ada juga yang memperoleh ijazah karena kesabaran dan ketekunan. Walau kadang tak sesuai kenyataannya dengan yang menyandangnya. Misal banyak sarjana yang hanya menguasai bahasa internasional ( bhs Inggris) pasif.
Ijazah pun akhirnya menjadi tahapan bagi pemiliknya untuk mendapatkan pekerjaan. Demikian hingga awal kemerdekaan ijazah menjadi dasar penilaian pemerintah memberikan penghargaan pada pemiliknya.
Di awal kemerdekaan Republik Indonesia pemilik Ijazah dicari untuk menduduki kursi kursi penerintahan pusat dan daerah.
Masa itu mulailah banyak orang Jawa dikirim ke berbagai daerah untuk menjadi pejabat pemerintah di daerah juga mengisi kantor-kantor kementrian di daerah. Dan kebutuhan pegawai pemerintahan ini dilihat dari ijazah apa yang dimiliki.
(BERSAMBUNG)