Dari Antologi Puisi Jangan Jadi Sastrawan
1.Goresan Penyair
Sebab pilihan berbeda
Membentuk rangkai kata
Menggoreskan lembar penuh warna
teka teki baca
menyembunyikan goresan penyair
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
2.Ukulele
musik cepat lagu lambat
keroncong penyair
memainkan jemari tak henti
namun tida hafal
pengalaman
mengulang dan mengulang
waktu percuma
namun uku lele
berhenti nyaring menamatkan syair
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
3.Lilin Penyair
Diam tak ada tiupan angin
Sedikit angin, api bergerak
Besar angin aku padam
Menari aku di angin pelan
airmata diam dalam nyala mahkotaku api
meleleh melumuri tubuh
bahwa membekas pengalaman
Semakin kecil aku menerang
untuk semua dalam jangkauanku
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
4.Pena Penyair
Menerjang lebaran hampa
menelusuri angan mencari idealisme
menari kesombongan
penuh kepalsuan diri
pena penyair memberi keteduhan
hati mengering menahan pergolakan
aku sampah atau emas
atau hanya menyiram di pasir gurun
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
5.Diantara acliric
Dapatkah tuan tak memohon
paduan acliric di kanvas
meski berani ganti
berikan kami kebebasan
diantara acliric
untuk tuan berani ganti
agar aku tetap diantara aclirics
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
6.Lentera Kecil
lentera kecil berjuta
tak dapat menerang jalan
percuma
lentera kecil adalah makna
bagi nenek tua di hutan gelap
lentera berjuta dijajar
tak akan menerang mata
percuma
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
7.Bisakah indah berlari seperti kuda
Bisakah indah berlari seperti kuda
mengharap cita
dengan pesona
bisakah berlari mengejar mereka
dengan ringkik dan derap
diri cita penyair
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan
8.Aku batu tak bersinar
aku batu tak bersinar
diantara gunduk manikam
akik kecil tak bertuan
menunggu pandai batu
mengangling aku
namun akik lain , firus, safir, pualam
menjadi cincin pujaan
aku masih menunggu
pak tua mengikir
sampai kapan?
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
9.Sebatang Rokok
Sebatang rokok terakhir
Dari sebungkus rokok
Dalam satu puisi adalah kalimat pamungkas
Penutup sebelum berakhir
Membunuh nafsu
Megulung kertas
Sebatang rokok semakin pendek menjadi abu
Dan akhirnya menyentuh batas harapan.
Puntung yang tersisa
(rg. Bagus Warsono 2004, Jangan Jadi Sastrawan)
10.Istri
Tak ada kegembiraan istri
Walau puisi terindah
Karena puisi baginya adalah hati perempuan
Keinginan dari otak ringan
Yang tak mau pusing kemudian
Namun menyimpan
Puisi indah dari suaminya penyair.