Dalam Tadarus Puisimu Kutemukan Hati, oleh Rg Bagus Warsono
Dalam Tadarus Puisimu Kutemukan Hati
Tadarus Puisi Ramadhan VI adalah antologi religi tahunan dan tepat di ramadhan 1443 H mengumpulan puisi untuk diterbitkan utuk melihat potret puisi religi tahun ini. Tadarus Puisi VI di Ramadhan 1443 H ini menangkap kekayaan keragaman puisi Indonesia dari para penyair Nusantara dalam rentang waktu 9 April 2022 sd 2 Mei 2022 , Pusi kali ini akan mengeksplorasi tentang puisi religi di kampung-kampung penyair di seluruh nusantara sehingga merupakan buku menarik yang enak dibaca dalam perkembangan puisi religi Tanah Air.
Cerita tentang Ramadhan tak akan habis-habisnya selama manusia ada di dunia ini. Bukan saja ceritamu tetapi juga cerita diri yang telah mengalami bertemu Ramadhan berkali-kali. Sehingga cerita mu itu bersama cerita teman yang lain tentang Ramadhan adalah keistimewaan bulan yang penuh cerita. Cerita tentang Ramadhan yang dialami terkadang menjadi potret buat kita yang telah bercermin pada Ramadhan. Diantara cerita-cerita itu dengan mengungkap berbagai peran rasa manusia, sedih, gembira, duka, senang, haru, nestapa, sengsara, lalu bahagia , merdeka dan juga cinta. Penyair Indonesia mampu mengabadikan situasi Ramadhan dimana pun tempat bahkan di hati. Berupa puisi-puisi yang akan disajikan dalam buku Tadarus Ramadhan VI Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia.
Keindahan bulan Suci Ramadhan begitu memiliki perbedaan dengan hari-hari di bulan lain. Terutama di masyarakat Indonesia. Bukan karena alam pada bulan itu berubah, namun suasanalah yang membuat indahnya Ramadhan.
Keindahan itu direkam oleh para penyair Indonesia demikian beraneka keindahan. Bahkan di satu tempat terdapat berbagai keindahan yang tiada ditemukan di bulan selain Ramadhan. Sebuah bukti nyata betapa Allah memberi kenikmatan di bulan ini.
Keindahan semakin bertambah indah manakala hati tersentuh manakala ada bagian di sisi lain Ramadhan . Ketika ada saudara - saudara kita ikut menikmati keindahan itu dikala sakit, dikala ditimpa kemiskinan, kemalangan dan ditimpa kehilangan orang tua atau suami mereka. Sebuah bingkisan rekaman sahabat penyair dalam catatan berupa Tadarus Puisi Ramadan 1443 yang istimewa ini.
Mari kita membaca puisi dengan baik agar pemirsa menyimak sampai akhir puisi. Meski membaca adalah apresiasi si pembaca dalam arti terserah imajenasi pembaca namun banyak kesalahan tafsir puisi yang pahami si pembaca , apalagi membaca puisi itu baru sekilas , langsung maju ke panggung.
Rendra adalah pembaca puisi yang belum ada tandingan, sedang Taufiq Ismail pembaca puisi karya sendiri yang berhasil memikat pemirsa. Tetapi Gus Mus (Mustofa Bisri) kita tak perlu melihat wajah Gus Mus Membaca, mendengarnya saja seakan membayang wajah Gus Mus.
Agaknya banyak pembaca puisi setelah berada di panggung mengambil inisiatif untuk mencuri perhatian penonton dengan mengeraskan suara ketika membaca puisi, keras yang ,mengagetkan sehingga penonton langsung tertuju panggung dan si pembaca. Namun setelah baris dan bait puisi itu dibaca jarang pemirsa yang mengikutinya hingga akhir puisi .(Rg Bagus Warsono, Kurator sastra di Lumbung Puisi)