"Asu" dalam Puisi Indonesia Mutakhir

"ASU" DALAM PUISI INDONESIA MUTAKHIR
Catatan Nanang R Supriyatin
Kata "Asu" seringkali di asosiasikan serta di interpretasikan sebagai kata umpatan dan makian kepada orang lain. Namun, terkadang asu menjadi ungkapan 'candaan' bagi sebagian masyarakat kita. Saat membuka kamus, ternyata asu itu memiliki kata ganda. Dalam bahasa Jawa, asu diartikan sebagai induk anjing. Sedangkan anak anjing diartikan sebagai kirek.
Dalam cipta puisi, saya jarang, atau bahkan tak pernah membaca karya penyair yang terang-terangan memanfaatkan kata asu. Asu (baca: anjing), sesungguhnya memiliki imajinasi liar. Dengan kata asu, sudah pasti yang tergambar adalah gonggongnya, taring giginya, cakar kukunya, bulu-bulunya yang aneka warna, dan sebagainya. Jika asu sebagai nama binatang, maka tentunya penyair dengan mudah belajar dari sosok makhluk yang ditakuti sekaligus disayangi itu -- karena kelucuannya. Banyak penyair memanfaatkan kepiawaian binatang untuk karya puisinya, misalnya pada burung, kupu-kupu, ular, tikus, kecoa dan kelelawar. Dan, temuan terbaru tampak pada puisi Joko Pinurbo (JokPin) berjudul "Asu" (2011), serta pada puisi Aloysius Slamet Widodo berjudul "Kapan Menyusul" (2016). Kedua puisi dimaksud tentu saja tidak terang-terangan menjabarkan arti asu, kecuali hanya sebagai umpatan. Alhasil, bisa jadi dari JokPin dan A. Slamet Widodo, gagasan ini muncul hingga terbit antologi puisi bersama, berjudul "Asu" yang diinisiatori RgBagus Warsono.
Sang inisiator yang juga sebagai kurator Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, dalam mensiasati terbitnya Antologi Puisi Asu, saya kira patut diacungi jempol. Jempol yang kedua kali tentunya. Tahun lalu puisi-puisi saya dimuat di buku antologi puisi bersama berjudul "Corona".
Antologi puisi yang terbit sekitar bulan April 2021 ini memuat 118 penyair, lengkap dengan biodatanya. Tebal buku 278 halaman. Selain peranan RgBagus Warsono, nama Isa (editor), Yun (layout), dan Eka (desain cover) wajib diingat.
Beberapa penyair memenuhi buku ini, antara lain AMachyoedin Hamamsoeri, A. Zainuddin Kr, Dyah Nkusuma, Eko Windarto, Soekardi Wahyudi, I Made Suantha, K. Kasdi W.A., Lasman Simanjuntak, Naim Emel Prahana, Odi Shalahuddin, Riswo Mulyadi, Wanto Tirta dan Wawan Hamzah Arfan.
Puisi-puisi dengan tema asu ini belum dikatakan bagus apabila belum membaca seluruhnya. Menurut Agus Warsono, terkadang ide konyol justru malah membuahkan sesuatu yang luar biasa. Tema margasatwa sebetulnya tema sesungguhnya karena tema ini jarang disentuh, belakangan justru berkembang karena ada pengembangan ide konyol itu.
Sengaja tak saya rilis sebuah puisi pun, dengan harapan yang belum memiliki buku ini mau berupaya memiliki dikarenakan satu puisi dengan puisi lainnya kental dengan makna asu.
Hanya, sedikit cacat tapi bisa menjadi cacat yang fatal jika diabaikan. Coba cermati cover buku. Judul? Waduh! Lukisannya? Ampun! Warnanya? Asu! Asu! Asu...!!!
16/05/2021