(121) Maukah anak-anak kita diberi dongeng yang dapat meninabobokan akalnya?, Amal Kamaluddin

** (121)
(Maukah anak-anak kita diberi dongeng yang dapat meninabobokan akalnya?)
Amal Kamaluddin**

siang segera merentang, rumus-rumus fisika masih mengepul dalam benak. tiba -tiba bel berbunyi dan terdengar suara dari alat pengeras suara bahwa telah tiba waktu untuk makan siang bersama. seolah mendapat pembebasan, suara riuh mengalahkan segala teori yang memenuhi benak mereka. makanan yang tak lagi mengepul mulai berurai dengan gejolak anak-anak. selera yang sedari pagi bergejolak seakan menemukan tambatan. mungkin lapar, atau mungkin juga harus memaksakan. mungkin selera atau bahkan mungkin harus merasa terpaksa. dibenak mereka hanya tergores kekuasaan nasib di negara beraneka, yang memiliki adat dan kebudayaan yang kaya. apakah ini awal dari nasionalisasi nasi atau candaan politik? tak pernah terbersit, di hadapan mereka hanya seonggok janji kampanye yang dipaksakan. yang sangat berbeda dengan sepiring nasi di meja rumahnya dan tersaji dari perahan keringat dan kerelaan. dan mulailah mereka berdoa: "Tuhan... seandainya saja dapat memilih.... pilihkan kami Rizki yang halal dan baik,... yang diperoleh dengan cara yang baik dan ikhlas... bukan dari perahan pajak dan naiknya harga-harga. "

Amal Kamaluddin